Senin, 12 November 2018

Kosa kata dan arti dalam desain busana


Kosa kata dan arti dalam desain busana
1.    Aspek :           Sudut pandang.
2.    perspektif :     Cara menggambar suatu benda pada permukaan yang datar sebagaimana yang    terlihat oleh mata dengan tiga dimensi, pandangan,sudut pandang.
3.    Proyeksi :       Gambar suatu benda yang dibuat mendatar atau berupa garis pada bidang datar.
4.    Mistar :           Penggaris.
5.    Desain            Rancangan.
6.    Desain structural      Benda yang terdiri dari susunan garis, bentuk,ukuran, warna,arah, tekstur dan value.
7.    Value             Nilai gelap terang suatu benda.
8.    Sirkulasi         Peredaran.
9.    Pensil mekanik          Pensil dengan menggunakan isi.
10.  Drawing pen Pena untuk menggambar biasanya memiliki ukuran 0,1- 0,3- 0,5 dan seterusnya.
11.  Ragam hias    Motif.
12.  Prototype       Medel/wujud benda dengan ukuran kecil atau besar.
13.  Lenan rumah tangga            Benda yang digunakan untuk rumah tangga,seperti taplak meja, sarung bantal kursi celemek dan lain-lain.
14.  Kliping            Kumpulan guntingan berupa tulisan, gambar dari surat kabar maupun majalah yang dianggap penting untuk dijadikan dokumen.
15.  Presentasi      Penyampaian uraian tentang suatu materi kepada orang banyak.
16.  Tekstur           Permukaan kain.
17.  Deskripsi        Pemaparan dengan kata-kata secara jelas dan terperinci.
18.  Siluet             Garis luar dari suatu benda atau busana.
19.  Visual             Dapat dilihat dengan indera penglihatan.
20.  Inverted triangle        Siluet busana yang mengecil pada bagian bawah, bentuk segitiga terbalik.
21.  Barrel line      Siluet dengan bentuk gentong.
22.  Tappered barrel line             Siluet bentuk gentong bagian atas meruncing.
23.  Convex shaped         Siluet busana dengan bentuk cembung.



Kreatifitas Kunci Meraih Masa Depan
      Indria Mustika
      SMKN 2 Jepara
Menjelang Hari Kartini dan hari jadi, kembali Jepara akan menggelar ajang kreatifitas dalam mengekspresikan diri pada festival Kartini ke 3 tahun  2015. Lomba fashion show kategori PAUD sampai umum digelar untuk memotivasi warga dalam mengembangkan potensi tenun ikat dan batik khas Jepara, serta memberikan ruang apresiasi yang luas  terhadap tumbuh dan berkembangnya kreativitas masyarakat Jepara dan isekitar.
Kesempatan ini sangat tepat bagi pelajar Jepara umumnya  dan SMK jurusan Tata Busana maupun Tekstil pada khususnya. Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi orang yang kreatif dan mau berekspresi melalui  karyanya dalam fashion dan sebagai latihan  unjuk keberanian  bagi anak-anak dalam pengembangan potensi dirinya.
Kreativitas sangat dibutuhkan untuk dapat mengembangkan potensi diri, serta kreatifitas dapat diupayakan oleh siapapun yang mau berusaha. Khususnya bagi siswa sekolah kejuruan kreatifitas sangat dibutuhkan. Namun kreatifitas ini tidak bisa muncul dengan sendirinya. Perlu ditumbuhkan agar berkembang dan dapat direalisasikan dalam bentuk karya nyata. Di sekolah kejuruan sangat diharapkan memiliki lingkungan yang mampu memotivasi dan mendukung munculnya kreatifitas siswa secara maksimal. Karena di sekolah tempat yang tepat bagi siswa untuk memaksimalkan potensi diri.
Berikut ini lima cara menumbuhkan kreatifitas, pertama yaitu observasi, mengamati lingkungan sekitar dimana kita berada. Baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat luar. Kejelian dalam mengamati lingkungan ini akan menumbuhkan pikiran-pikiran yang kreatif sesuai dengan bekal keilmuan di sekolah.
Kedua bertanya, menindaklanjuti hasil pengamatan yang menimbulkan pertanyaan. Setelah pengamatan akan muncul permasalahan yang perlu dipertanyakan. Segan dan malas untuk bertanya terkadang menjadi kendala kita, namun rasanya pertanyaan apapun berkaitan dengan apa yang diamati lebih membantu dalam menjawab hal yang belum kita pahami.
Ketiga diskusi, mendiskusikan jawaban dari pertanyaan yang muncul setelah mengamati suatu hal. Dengan berdiskusi akan memperoleh jawaban dan pemikiran yang luas. Hal ini akan membuka dan menambah wawasan kita, karena pemikiran orang banyak akan lebih baik jika dipikirkan oleh seorang saja.
Keempat asosiasikan hasil diskusi atau menyimpulkannya. Dengan kesimpulan yang dibuat akan muncul pemikiran baru dari pengamatan. Pemikiran dan ide baru inilah yang membuat kita kreatif. Terakhir yaitu komunikasi. Setelah ada kesimpulan atau hasil pemikiran maka harus dikomunikasikan. Hasil pemikiran akan bermanfaat bagi orang lain jika dikomunikasikan.
Sepertinya tidak sulit dipraktikkan untuk menumbuhkan kreatifitas kita. Sebagai insan kejuruan tentu kreatifitas memegang kunci penting untuk mengekspresikan ide-ide yang ada dalam kepala kita. Oke mari mulai menumbuhkan kreatifitas kita untuk mengekspresikan diri meraih sukses masa depan. Salam.





Hadirkan  Ortu di Ruang  Praktek
Kiat Tumbuhkan Tanggung  Jawab Ortu 
Ada yang menarik  pada kelas XI  jurusan Tata Busana SMKN 2 Jepara  saat  pelajaran  praktek, Kamis  ( 25 / 1 ). Dua ruang  praktek yang biasaanya hanya  diiisi  oleh  peserta didik, tiba-tiba  saja dipenuhi oleh  orang tua siswa. Mereka dihadirkan ke sekolah untuk melihat secara langsung  aktivitas  anak-anaknya saat mengikuti  pelajaran praktek membuat busana. Kegiatan yang  baru pertama dilakukan ini  diikuti  oleh 49 orang tua siswa. Mereka didampingi oleh ketua  jurusan tata busana, Indria Mustika dan  guru  pembimbing, Wahidah dan Dwi Kurniawati, Endang Irianti, Purwaningsih dan Nur Aini. Kegiatan ini difasilitasi oleh waka humas Agus Mukid  dan didukung  sepenuhnnya oleh Kepala SMKN 2 Jepara, Subandi.
Ternyata orang tua   sangat  antusias dan senang  melihat anak-anak  mereka  belajar membuat  busana.   Apalagi setelah mereka diberi kesempataan untuk melihat  dari dekat dan  menunggui    anak-anak  mereka.  Bahkan ada pula yang memberikan saran,  bimbingan dan nasehat  kepada anaknya.  ”Kami sangat  senang  bisa  melihat proses belajar praktek anak kami sehinggga kami mengerti. Termasuk peralatan  praktek yang  digunakan. Kalau  ada  rejeki saya ingin beli  mesin jahit  seperti  itu  untuk anak kami, sehingga dia bisa  belajar di rumah” ujar  Nur Ali orang tua siswa Nilam Aulia Yatna sambil  menunjuk mesin yang digunakan oleh anaknya.         
Kegiatan ini menurut Waka Humas Agus Mukid,  bertujuan untuk menumbuhkan tanggung jawab orang tua dalam proses  belajar anak-anaknya. Disamping itu juga  untuk menumbuhkan pemahaman, bahwa keberhasilan dalam pendidikan  anak bukan hanya menjadi tanggung jawab sekolah,tetapi orang tua juga terlibat di dalamnya. “ Kegiatan ini juga diharapkan akan menumbuhkan motivasi siswa  untuk belajar lebih  sungguh-sungguh” tambah Indria Mustika Ketua Program Keahlian Tata Busana.
Menurut Agus Mukid, kunjungan orang  tua ke sekolah untuk melihat secara langsung   proses belajar anak-anaknya ini  diharapkan dapat menjadi  virus  meningkatnya  perhatian orang tua. “Harapan kami, orang tua  selalu  menyisihkan waktu  untuk mengikuti proses belajar anak-anaknya.  Bukan hanya mencukupi  kebutuhan materi dengan   sibuk bekerja dan menyerahkan sepenuhnya  proses pembelajaran kepada sekolah” ungkapnya menambahkan.
 Kepada orang tua  yang  hadir  Subandi berpesan,  jika tidak meneruskan kuliah kelak, sebaiknya anak-anak  diarahkan untuk bekerja mandiri sebagai wiraswasta  sesuai dengan ketrampilan yang dimiliki. Peluangnya terbuka luas untuk memenuhi  kebutuhan masyarakat  yang  terus meningkat dalam hal   busana ‘Bekerja dipabrik adalah pilihan  terakhir’ujarnya menegaskan. Saat ini, jurusan Tata  Busana SMKN 2  Jepara memiliki murid 216 siswa yang terbagi dalam 6  kelas serta  menjadi  salah satu  jurusan yang menarik peserta ddidik  baru. (Indria Mustika).








Minggu, 11 November 2018

Pembelajaran Berbasis Produktif Sebuah Solusi


   Tumbuhkan Budaya Vokasi
Pembelajaran   Berbasis Produktif Sebuah Solusi
Oleh : Indria Mustika
            Instruksi Presiden No 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Kejuruan Menengah   yang ditujukan kepada 12 Menteri Kabinet Kerja, 34 Gubernur dan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi ( BNSP ), adalah bentuk keprihatinan Presiden melihat produktivitas dan daya saing sumber daya manusia yang rendah, khususnya lulusan SMK. Bukan saja dari aspek ketrampilan, tetapi juga mencakup etos kerja dan  karakter.
            Ada 6  instruksi Presiden  yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, mulai   peta jalan pengembangan  SMK,  penyempurnaan dan penyelarasan kurikulum SMK  dengan kompetensi sesuai kebutuhan pengguna lulusan, meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan,meningkatkan kerjasama dengan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha/industri, sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi sekolah hingga  membentuk kelompok kerja pengembangan SMK.
            Walaupun Inpres 16 tahun 2016 itu harus dipahami secara utuh, termasuk pengintegrasian upaya revitalisasi SMK  dengan lembaga pemerintah  lain dan dunia usaha, penulis melihat penyempurnaan dan  penyelarasan kurikulum SMK dengan kebutuhan dunia kerja dan dunia usaha, harus dibaca pula sebagai upaya dan jalan  untuk menumbuhkan budaya vokasi siswa SMK. Tujuannya  agar siswa  memiliki minat terhadap program keahlian yang diplih, sehingga  kelak mereka benar-benar siap terjun ke dunia kerja  dan dunia industri sesuai dengan kompetensi  yang dimiliki. Sehingga tidak terjadi  lagi  insiden skill  mismatch, bekerja tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan ketrampilan seperti yang saat ini.
Sebab berdasarkan pengamatan penulis, ada banyak siswa SMK yang  masuk ke sekolah SMK dengan latar belakang pemikiran asal sekolah dan juga asal memilih jurusan. Mereka kurang menyadari bahwa ia sedang dipersiapkan menjadi tenaga kerja terampil. Akibatnya mereka lebih menyukai pelajaran produktif yang dianggap lebih santai karena praktik di bengkel,  ketimbang pelajaran normanda adaftif yang monoton di ruang teori. Belum lagi  metode mengajar guru yang kurang   kreatif.
Pelajaran normada yang menjadi kompetensi pendukung dalam penguatan materi produktif,  kurang dipahami siswa hubungannya dengan jurusan yang dipilih. Bahkan  seolah dianggap  tidak ada kaitannya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap minat siswa dalam mengikuti pelajaran normada. Bahkan siswa seakan  mengabaikan pelajaran normada. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar dan lemahnya karakter vokasi siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut, upaya untuk   menumbuhkan  minat siswa pada budaya vokasi sangat penting dilakukan. Sebab minat dapat dikatakan kunci untuk menumbuhkan perhatian siswa pada proses belaja.  Karena itu proses belajar mengajar selalu  harus  dimulai dengan membangkitkan minat siswa. Tujuannya agar siswa terlibat sepenuhnya sehingga memiliki perhatian, konsentrasi, melekatkan bahan ajar serta mengurangi  kebosanan.
Terkait dengan upaya untuk menumbuhkan minat siswa pada budaya vokasi  kurikulum 2013 telah memberikan ruang bagi sekolah  mengembangkan struktur dan silabus sesuai kebutuhan sekolah. Juga menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) hingga teknis pelaksanaan pembelajaran.
                                                                                                                        Peran sekolah
            Menurut penulis untuk  menjawab percepatan implementasi revitalisasi SMK terkait dengan instruksi presiden untuk melakukan  penyempurnaan dan penyelarasan kurikulum, utamanya untuk  menumbuhkan minat siswa terhadap budaya vokasi kuncinya ada  pada kesungguhan dan kreatifitas sekolah. Terkait dengan hal ini menurut penulis ada beberapa hal penting yang perlu di perhatikan :
Pertama,pengembangan silabus dan RPP guna penyelarasan kurikulum sesuai dengan diklat produktif yang dipilih sekolah. Struktur kurikulum dapat dikembangkan berdasarkan kompetensi inti dan kompetensi dasar sesuai kebutuhan sekolah. Sedangkan  silabus disusun bersama oleh musyawaran guru mata pelajaran (MGMP) yang disesuaikan dengan muatan lokal atau kearifan local. Dengan demikian siswa dapat tetap mempertahankan kearifan lokal daerah masing-masing.
Kedua; perlu dilakukan pengintegrasian mata pelajaran produktif dalam mata pelajaran normatif adaptif. Tujuannya agar minat siswa pada pelajaran normada meningkat untuk  mendukung  ketrampilan praktikal sesuai dengan program keahlian yang dipilih. Harapannya terbangun cara pandang sebagai insan vokasi untuk menguasi  ketrampilan terapan tertentu. Pelajaran normada sebaiknya  dibuat berbasis produktif. Implementasinya semua pelajaran normative adaptif terintegrasikan pada materi produktif. Dengan demikian semua atmosfer pembelajaran  di sekolah adalah untuk  mengembangkan  budaya vokasi.
Ketiga; pengintegrasian mata pelajaran produktif ini perlu  dilakukan secara berencana dalam bentuk dokumen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penyusunan RPP yang integratif  dengan memasukkan unsur produktif didalam proses pembelajarannya normanda ini memerlukan kerja keras guru normada. Sebab para guru normanda harus menyesuaikan RPP dengan semua program studi siswa yang diajar.
Keempat ; pelibatan orang tua agar secara sinergis bersama-sama sekolah menanamkan cara pandang siswa sebagai   insan vokasi juga perlu dilakukan. Tujuannya agar orang tua memiliki pengetahuan tentang  program keahlian serta ruang lingkup jurusan yang dipilih anaknya.  Dengan demikian tindakan orang tua di rumah diharapkan sinergi dengan upaya sekolah dalam menguatkan budaya vokasi. Caranya bisa dilakukan secara bertahap, pada awal pembelajaran dan pertemuan secara berkala dengan orang tua untuk mendiskusikan perkembangan siswa.  Hal ini tidak sulit dilakukan jika dilaksanakan per kelas dengan melibatkan wali kelas.
Kelima; memanfaatkan IT dan mengembangkan imajinasi siswa. Sudah waktunya  guru membiasakan memanfaatkan IT di dalam kelas untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan serta untuk mengembangkan imajinasi siswa. Dengan pembelajaran yang menyenangkan maka siswa akan  lebih mudah termotivasi untuk membangun berimajinasi dan kreatifitasnya.
Keenam ; untuk menumbuhkan budaya vokasi  seharusnya dilakukan sejak dini, yaitu pada awal pembelajaran.  Ini bisa dilakukan pada masa orientasi yang dikelola dengan lebih produktif.  Budaya vokasi harus sudah ditanamkan pada siswa dari awal sehingga siswa  memahami apa yang harus dilakukan sebagai siswa vokasi.
            Menumbuhkan dan membangun minat dan perhatian siswa terhadap budaya vokasi adalah bagian penting dalam revitalisasi SMK. Sebab kualitas lulusan SMK menjadi alat ukur berhasil tidaknya program revitalisi SMK. Harapannya  memang SMK dapat menjadi “ kawah condrodimuko “ yang  melahirkan generasi muda yang terampil, kreatif, memiliki etos kerja dan semangat kewirausahaan serta  siap masuk dunia kerja, baik dengan menjadi wirausaha maupun bekerja di dunia industri. Namun terbuka juga peluang untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, tentu  sesuai dengan program keahlian  dan kompetensi yang dimiliki.  (*)
Indria  Mustika, SP.d, M.Pd,  adalah Ketua Jurusan Tata Busana, SMKN 2 Jepara





Membangun Kelas Industri Berbasis Potensi Lokal


      Membangun Kelas Industri Berbasis Potensi Lokal
Indria Mustika
                                
Mengejutkan membaca data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah bulan Agustus 2017. Sebab penyumbang angka pengangguran terbuka terbesar justru SMK dengan angka   11,08 persen. Sementara  SMA hanya 7,10 persen dari total pengangguran terbuka sebanyak 824.000 orang. Padahal pada bulan Februari 2017 tingkat pengangguran terbuka   lulusan SMK baru  sebesar   8,07 persen dan lulusan SMA sebesar 6,51 persen. Artinya justru pengangguran terbuka berlatar belakang SMK terjadi peningkatan 3,01 persen dalam rentang waktu Februari – Agustus 2017. 
Angka diatas  tidak jauh berbeda dengan data nasional  yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik  Februari  2017. SMK justru memberikan kontribusi terbesar yaitu 9,27 persen. Memang  dalam kurun waktu 15 tahun terakhir hingga tahun 2015, terjadi perubahan keterserapan lulusan sekolah menengah. Pada periode 2000 – 2010, tingkat kebekerjaan lulusan SMK lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan SMA. Namun sejak akhir 2010 hingga 2015,  terjadi perubahan, kebekerjaan lulusan SMA lebih tinggi.
Ada beberapa hal yang menyebabkan kondisi ini. Pertama, ada  perubahan karakteristik dunia kerja yang menuntut penggabungan antara kompetensi dan berfikir logis agar dapat dengan cepat menyesuaikan perubahan peralatan industri.  Sebab pekerjaan yang semula bertumpu pada ketrampilan manusia,  mulai digantikan dengan mesin produksi dan teknologi informasi..  Kedua, adanya lonjakan pasokan tenaga kerja dari SMK sebagai dampak dari program pembalikan rasio peserta didik SMA : SMK menjadi 30 : 70, sehingga secara berlahan lulusan SMK semakin meningkat.
Ini menjadi tantangan bagi para pengelola satuan pendidikan SMK dan juga para pemangku kepentingan lain yang bertanggung jawab. Sebab berdasarkan  UU No. 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kehadiran SMK justru untuk mempersiapkan lulusannya dapat bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.                                                                                                                                                  Kelas Industri
Agar lulusan SMK mampu meningkatkan daya saing dan merespon secara tepat  perubahan struktur pekerjaan di  pasar kerja di daerah, maka dengan memanfaatkan peluang Inpres No 9 tahun 2016 tentang Revitaalisasi SMK, menurut penulis ada jalan pintas yang dapat dilakukan yaitu dengan membangun kelas  industri berbasis industri lokal  yang ada didaerah. Kelas industri ini melibatkan   secara langsung    industri,  dunia usaha  dan praktisi  yang ada di daerah   dalam proses pembelajaran. Tujuannya agar  kompetensi lulusan benar-benar  sesuai dengan kompetensi kebutuhan  dunia industri daerah. Disamping itu  juga  guna mendukung pengembangan potensi lokal serta untuk menjaga agar tenaga kerja potensial dan produktif tidak terserap ke kota-kota besar.  Kelas industri ini menurut penulis   selaras dengan salah satu instruksi presiden  tentang revitalisasi SMK, yaitu perlunya  meningkatkan kerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan dunia usaha/dunia industri.
Untuk mewujudkan kelas industri berbasis potensi industri di daerah,  ada beberapa  langkah yang perlu mendapatkan perhatian.
Pertama;  validasi dan sinkronisasi data. Langkah ini perlu dilakukan untuk harmonisasi data kebutuhan tenaga kerja di dunia industri yang memiliki prospek penyerapan tenaga kerja dengan program keahlian yang ada suatu wilayah. Langkah  ini juga mencakup informasi tentang investasi yang akan dikembangkan didaerah, termasuk proyeksi  kompetensi yang diperlukan.
Kedua;  fasilitasi dari pemerintah daerah. Tujuannya  agar terbangun komitmen  dan kerjasama antara dunia industri dengan  sekolah. Fasilitasi ini sangat penting sebab realita dilapangan banyak  perusahaan termasuk perusahaan PMA  yang mengabaikan  upaya  pengembangan sumber daya manusia.
Ketiga; penyelarasan kurikulum. Harapannya dapat  mempertemukan pasokan (supplay) dan permintaan (demand). Penyelarasaan ini mencakup dimensi kualitas, kompetensi, kuantitas, lokasi dan waktu. Ini untuk  memastikan, kurikulum yang diigunakan dapat memenuhi kebutuhan kompetensi yang diperlukan oleh dunia  industri dan dunia usaha.
Keempat; pengimplementasian dual system. Kelas industri ini memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan dan penguasaan keahlian dengan mendekatkan peserta didik kedunia kerja secara langsung.
Kelima; tempat penyelennggaraan. Pembukaan kelas industri dilakukan disekolah, sedangkan peralatan praktek disediakan oleh industri, termasuk instrukturnya yang memiliki ketrampilan mengajar. Kemudian agar guru mendapatkan pengalaman, sebaiknya dalam melaksanakan kelas industri melibatkan guru praktik dengan sistem team teaching.
Keenam; implementasi CSR ( Corporate Sosial Responsibility ). Kelas industri ini    sebagai salah satu implementasi dari tanggung jawab sosial perusahaan  atau  CSR, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40  tahun 2007 tentang Persseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
Ketujuh; menampung lulusan. Bagi dunia industri /  dunia usaha yang terlibat dalam kerjasama dalam membuka kelas industri mendapatkan kesempatan pertama untuk merekrut lulusan sesuai dengan kompetensi yang diperlukan oleh dunia industri.
Kedelapan; regulasi. Ada regulasi yang mengatur dan mengikat semua pemangku  kepentingan yang terlibat dalam pengembangan kelas industri.
            Pengembangan kelas industri ini  sekaligus dapat menjawab strategi dan tantangan dalam pengembangan sekolah vokasi. Oleh sebab itu program ini harus melibatkan banyak pemangku kepentingan, mulai   orang tua, komite, dunia usaha, para praktisi, para guru dan kepala sekolah, serta pemerintah kabupaten dan provinsi. (*)
Indria Mustika, S.Pd, M.Pd, Ketua Jurusan Tata BUsana SMKN 2 Jepara