Selasa, 05 Juni 2018


TRUE STORY

Menguatkan Karakter Dari  Atas Catwalk

          Membangun sumber daya manusia yang produktif, kreatif, inovatif, mampu bekerjasama dengan orang lain, memiliki tanggungjawab,  jujur, pekerja keras, percaya diri, toleran, teliti dan  sabar, menjadi salah satu isu yang ingin dijawab dalam Kurikulum 2013. Tujuannya agar ketika kelak seorang peserta didik menyelesaikan  pendidikannya ia mampu untuk berkarya ditengah-tengah masyarakat dan bangsanya. Ia tidak sepenuhnya tergantung pada orang lain atau    menjadi beban keluarga dan masyarakat disekitarnya. Ia dapat tumbuh menjadi orang yang memiliki harga diri dan mampu mengambil keputusan secara tepat.

            Aku berfikir, upaya ini tidak mudah dan  juga tidak   sederhana. Sebab yang ingin dibangun adalah  karakter dan perilaku yang proses pembentukannya tidak sepenuhnya menjadi domain sekolah. Tetapi juga  menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat serta pemerintah. Bahkan media juga  memiliki peran yang penting. Ini menjadi tantangan tersendiri   bagi aku, seorang  guru diklat produktif pada jurusan tata busana SMKN 2 Jepara.

Sebagai seorang guru aku mengerti, bahwa ada keterbatasan dan rambu-rambu yang menghalangi berkembangnya kreatifitas dan inovasi seorang guru. Diantaranya yang aku mengerti adalah beban kurikulum, keterbatasan dalam hal pembiayaan, waktu, materi yang kurang tepat jika dihadapkan pada kebutuhan industri garmen maupun dunia usaha busana.

            Karena itu aku mencoba untuk memanfaatkan setiap peluang yang ada di daerah. Tujuannya agar dapat dibangun sinergitas antara sekolah dengan para pemangku kepentingan yang ada di daerah. Aku menilai, keinginan keras dari Pemerintah Kabupaten Jepara  untuk mengembangkan Batik Motif Jepara dan Tenun Ikat Troso  yang dimotori oleh Lembaga Pelestari Seni Ukir, Batik dan Tenun Jepara adalah  sebuah peluang yang harus aku tangkap dan manfaatkan.

            Aku beruntung dapat berkenalan dengan Ketua Lembaga Pelestari Seni Ukir, Batik dan Tenun Jepara dalam  acara Simposium Rekonstruksi Budaya Untuk Pembangunan Jepara yang berlangsung di Pendopo Kabupaten Jepara tanggal 30 September 2012.  Sebagai seorang ketua lembaga ia dikenal  memiliki akses yang luas dilingkungan pemerintah kabupaten Jepara dan para pemangku kepentingan dibidang kerajinan ukir, batik dan tenun Jepara. Ia juga memiliki komitmen yang kuat  dalam pengembangan batik dan tenun serta dikenal sangat  kreatif dan inovatif

            Agar jurusan tata busana SMKN 2 Jepara memperoleh manfaat dari kebijakan pemerintah kabupaten Jepara untuk mengembangkan batik moif Jepara dan Tenun Troso, maka aku mencoba menawarkan konsep strategi promosi melalui kegiatan fashion show. Aku berharap melalui kegiatan semacam ini salah satu mata diklat yang ada di KBM yaitu diklat desain busana dan busana pesta dapat dikembangkan. Ada beberapa argumen yang aku gunakan sebagai dasar untuk menempatkan fashion show sebagai sebuah pilihan.

 Pertama; manfaat ekonomi yang diperoleh para perajin yang hasil karyanya menjadi bahan baku wajib   untuk kegiatan fashion show. Banyaknya pembelian bahan dari para peserta fashion show akan meningkatkan penjualan para perajin batik dan tenun. Kedua; manfaat promosi melalui fashion show juga sangat besar. Sebab kain lokal Jepara ini kemudian diminati oleh masyarakat yang  tumbuh rasa kagumnya ketika melihat  para model menggunakannya. Ketiga ; mengedukasi masyarakat untuk secara kreatif mengembangkan potensi diri yang bertumpu pada kearifan potensi lokalnya. Keempat; menumbuhkan kebanggaan dan rasa cinta masyarakat terhadap potensi daerahnya. Kelima; memperbesar spektrum promosi melalui media.  Keenam ; menjadi media kegiatan yang efektif bagi para siswa jurusan tata busana untuk  mengembangkan kemampuan diri, kreativitas  dan karakternya. Ketujuh ; menambah kepercayaan diri para  peserta didik karena  ketrampilan yang dimiliki mendapatkan apresiasi.

Jujur sebenarnya aku ragu konsep ini bisa diterima. Sebab biasa strategi yang digunakan untuk mempromosikan sebuah produk adalah melalui pameran-pameran  konvensional. Namun setelah mendiskusikannya cukup lama akhirnya konsep ini bisa diterima dengan catatan bahwa jurusan tata busana SMKN 2 Jepara bersedia menjadi mitra dan sekaligus motor dari kegiatan yang dilakukan. Namun sebelum ditetapkan menjadi kalender kegiatan, aku harus memberikan bukti penerapan konsep stretegi tersebut dalam sebuah even.

Even yang aku pilih adalah sebuah konsep fashion show yang dilaksanakan diluar ruang. Ini aku maksudkan untuk memberikan warna lain bagi pelaksanaan kegiatan fashion show yang biasanya diselenggarakan di didalam gedung. Tujuannya menarrik perhatian masyarakat.  Nama even ini adalah Jepara Fashion On The Street. Untuk lebih menarik, dibangun panggung dengan back ground tugu Pancasila.  Ternyata animo masyarakat, baik sebagai peserta maupun penonton sangat luar biasa. Jumlah peserta mencapai 422 orang dan penonton memadati jalan-jalan yang dilalui peserta di sepanjang jalan RA Kartini. Banyak kalangan menilai kegiatan ini sangat sukses hingga terbukalah peluang  untuk membangun sinergitas dan kolaborasi antara jurusan tata busana SMKN 2 Jepara dengan Lembaga Pelestari  Ukir, Batik dan Tenun Jepara.

 Aku kemudian mencoba memanfaatkan  sinergitas dan kolaborasi ini untuk mendorong peserta didik di  jurusan tata busana untuk memanfaatkan peluang yang ada. Tujuannya tentu  untuk menumbuhkan   kreatifitas, inovasi,  kerja sama, tanggungjawab, kejujuran, kerja keras, percaya diri, toleran, teliti, dan sabar.

Caranya untuk even-even yang kemudian dirancang, aku mendorong para peserta didik di jurusan tata busana untuk memanfaatkan even ini untuk pengembangan diri. Bukan saja pada aspek ketrampilan tetapi juga tumbuhnya  rasa percaya diri. Konsepnya dengan memotivasi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang didapat pada  mata diklat desain busana dan busana pesta yang terdapat dalam KBM Jurusan Tata Busana SMKN 2 Jepara.

Aku mencoba memotivasi dan mendorong para peserta didik untuk mengembangkan kreativitas dan  inovasi dengan memberikan tugas  kepada siswa pada mata diklat desain busana untuk membuat desain busana pesta berbahan batik motif Jepara atau tenunTroso, kemudian diwujudkan dalam benda nyata pada mata diklat busana pesta.  Setelah hasil karya mereka jadi, para peserta didik kemudian dimotivasi untuk ikut  sebagai peserta aktif dalam kegiatan-kegiatan fashion show atau lomba peragaan busana  yang diadakan. Para siswa  mengenakan  pakaian yang didesain dan dijahit sendiri.

Sebagai pengampu program studi tata busana aku merasa berkewajiban  juga memberikan bimbingan khusus kepada para siswa bagaimana berjalan diatas catwalk yang baik, agar mereka memiliki kepercayaan diri saat memperagakan busana karya mereka sendiri. Kepercayaann diri ini sangat penting agar mereka mampu tampil diatas catwalk dan mendapatkan apresiasi dari para penonton.

Cara ini ternyata mampu memberikan pembelajaran terkait dengan  produktifitas, kreatifas, inovasi, kerjasama, tanggungjawab,  kejujuran, pekerja keras, percaya diri, toleran, teliti dan  sabar yang  menjadi salah satu isu yang ingin dijawab pada  Kurikulum 2013. Melalui strategi   mengikutkan para siswa dalam  lomba fashion show, terbukti secara nyata perubahan sikap peserta didik dalam bertutur kata dan bersikap/bergaul lebih percaya diri. Dalam   belajar mereka juga  lebih bersemangat, bahagia, kreatif, inovatif, tanggungjawab, mampu bekerja sama dengan temannya, bersikap jujur dalam menyelesaikan tugas sekolah, sportif dan lebih mantab dalam meraih cita-citanya setelah lulus dari SMKN 2 Jepara. Peserta didik juga  semakin bangga dengan pilihannya pada  program studi  tata busana

Dalam diri peserta didik juga tumbuh keinginan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya dalam berkarya, mempunyai mimpi yang digantungkan dibintang, memiliki harapan untuk sukses dibidangnya. Dengan spirit dan motivasi yang besar, kreatifitas yang tinggi, tertuang dalam sebuah karya busana pesta yang didesain, dijahit, dan diperagakan sendiri oleh peserta didik. Melalui karya mereka para siswa merasa  mampu membanggakan orang tua, sekolah, dan juga tumbuhnya kepercayaan diri. Ini sangat berarti dalam membangun karakter peserta didik.

Aku berharap, setidaknya setelah membekali mereka dengan sebuah proyek yang luar biasa ini akan membuat mereka memiliki keberanian dalam menghadapi dunia luar dan tersenyum bahagia meskipun penuh tantangan dan hambatan dimasa yang akan datang.

Cerita ini sangat membanggakan buat saya sebagai guru tata busana, dan masyarakat Jepara umumnya karena sudah bisa memberikan sedikit wadah bagi siswa Tata Busana dan harapan untuk ikut melestarikan kekayaan local berupa batik dan  tenu n torso asli Jepara. Melalui even-even ini kemudian terjadi sinergitas dan kolaborasi antara sekolah dan pemerintah serta para pemangku kepentingan untuk bersama-sama, meletakkan landasan karakter bagi generasi muda Jepara. Karakter itu dibangun dari atas Catwalk ( *)



PEMBELAJARAN TIM PADA SMK

SMK Bisa.... slogan yang sudah membumi di dunia pendidikan memang menimbulkan konsekwensi yang tidak mudah dalam mewujudkannya. Serentetan proses dan manajemen yang perlu pemikiran dan usaha yang keras. Bagi pihak pelaksana lapangan dalam hal ini adalah sekolah dituntut untuk mencetak lulusan yang siap terjun ke dunia kerja.

Untuk menyiapkan peserta didik yang siap kerja tentu dibutuhkan usaha yang kuat dan tepat dalam proses pembelajarannya. Disinilah letak peran penting dari guru/pendidik/tutor/instruktur dalam mensukseskan tujuan pembelajaran. Diperlukan inovasi dalam proses trasfer ilmu dan kreatifitas dari guru produktif, dalam hal ini guru yang mengajar kompetensi kejuruan.

SMK identik dengan pembelajaran praktik. Dalam kegiatan pembelajaran praktik tentu tidak lepas dari peralatan yang digunakan selama proses belajar mengajar. Khusus mata pendidikan dan latihan atau sering disingkat diklat sangat dituntut ketrapilan peserta didik dalam menggunakan peralatan dan melakukan perbaikan kecil. Semakin tinggi jam terbangnya dalam praktik maka akan semakin baik hasilnya.

Kegiatan pembelajaran praktik di bengkel tentu membutuhkan pengawasan dan pembimbingan yang lebih intensif dibandingkan jika pembelajaran dilaksanakan di kelas teori. Disinilah dibutuhkan guru mengajar dengan teknik tim atau dikenal dengan teknik team teaching.

Team teaching adalah pembelajaran yang dilaksanakan oleh dua orang guru atau lebih yang mengajar pada mata diklat, jam, dan kelas yang sama. Pengajaran dengan teknik tim ini membutuhkan persiapan yang lebih matang jika dibandingkan dengan pembelajaran yang dilakukan secara individu atau perorangan. Mulai dari pembuatan rencana pembelajaran atau RPP, proses pembelajaran, sampai pada teknik penilaian yang akan dilakukan untuk menilai keberhasilan pembelajaran praktik, dilakukan secara bersama antara anggota tim.

Musyawarah dalam merencanakan kegiatan pembelajaran, membimbing peserta didik saat praktik, dan penilaian dilakukan secara bersama, inilah bentuk keistimewaan dari pembelajaran teknik team teaching. Selain itu, team teaching juga akan memberikan pembelajaran bagi guru tentang memanage sebuah pembelajaran dengan baik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.  



PEMBELAJARAN ABAD 21

Indria Mustika, SMKN 2 Jepara.

Guru berada pada posisi kunci dalam pendidikan kita. Meskipun saat ini didengungkan pembelajaran  berpusat pada peserta didik,  namun posisi guru tetaplah yang utama dalam proses pembelajaran. Mengapa demikian? Karena peserta didik tidak dapat belajar sendiri tanpa bantuan dan bimbingan seorang guru, meskipun informasi dan pembelajaran sudah sangat mudah didapatkan.

Saat ini kita sudah masuk pada pembelajaran abad 21. Dimana ciri dari abad ini adalah informasi diperoleh dengan sangat mudah. Bahkan siapapun orangnya akan dapat mengakses informasi apapun, dimanapun dan kapanpun. Boleh dikatakan bahwa masa ini adalah milik generasi muda, guru hanyalah pendatang di dunia mereka. Menyadari hal ini maka dibutuhkan strategi yang mampu diterapkan pada dunia mereka yang sangat luar biasa. Tugas yang sangat berat bagi guru karena mengajar didunia generasi muda yang bisa jadi lebih update dari guru itu sendiri.

Salah satu solusinya adalah guru harus menjadi kreatif, profesional dan menyenangkan. Hal ini penting untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan.

Berikut ini sedikit informasi untuk rekan guru dalam menyelami pembelajaran abad 21.

Ada lima pendekatan pembelajaran yang bisa membantu untuk dapat mengajar dengan baik. Diantaranya yaitu dengan pendekatan kompetensi, pendekatan ketrampilan proses, pendekatan lingkungan, pendekatan kontekstual, dan pendekatan tematik.

a.      Pendekatan kompetensi

Kompetensi menunjuk pada perbuatan (performance) yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Beberapa hal yang mendasari penekatan kompetensi adalah; pertama adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. Pembelajaran ini disesuaikan dengan kemampuan individual peserta didik. Kedua pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning), sistem pembelajaran yang tepat semua peserta didik akan dapat belajar dengan hasil yang baik dari seluruh bahan yang diberikan. Untuk itu perlu pengkondisian lingkungan belajar yang kondusif.  Ketiga adalah usaha penyusunan kembali definisi bakat. Hal ini berkaitan dengan waktu yang cukup bagi peserta didik untuk mencapai penguasaan suatu tugas belajar. Berikan kelonggaran waktu pada peserta didik dalam menyelesaikan tugas belajarnya, jika tidak selesai dikerjakan di sekolah beri peluang untuk menyelesaikan tugasnya di luar kelas. Dalam pembelajaran  dengan pendekatan kompetensi yang perlu diperhatikan yaitu menetapkan kompetensi yang ingin dicapai, mengembangkan strategi untuk mencapai kompetensi tersebut, dan adakan evaluasi.

b.      Pendekatan ketranpilan proses

Pendekatan ini merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar, aktifitas, dan kreatifitas peserta didik dalam memperoleh pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ketrampilan proses memperhatikan potensi peserta didik yang berbeda-beda, motivasi  yang diwujudkan dalam keaktifan peserta didik, pendayagunaan potensi yang dimiliki, suasana kelas yang mendukung, dan kemudahan belajar  yang diberikan guru melalui bimbingan dan motivasi untuk mencapai tujuan. Kegiatan yang mendukung hal tersebut  diantaranya adalah diskusi, pengamatan, penelitian, praktikum, tanya jawab, karyawisata, studi kasus, bermain peran, dan kegiatan kreatif lainnya yang menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.

  1. Pendekatan lingkungan

Pendekatan pembelajaran yang berusaha meningkatkan keterlibatan peserta didik melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan akan menarik perhatian peserta didik karena diangkat dari lingkungan mereka sendiri sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaidah bagi lingkungannya.

Belajar dengan pendekatan lingkungan berarti peserta didik mendapat pengetahuan dan pemahaman dengan cara mengamati sendiri hal-hal yang ada disekitrnya. Secara konkrit pembelajaran ini dapat dilakukan dengan karyawisata atau study tour, dan atau membawa sumber belajar ke dalam kelas yang bentuk model ataupun narasumber.

  1. Pendekatan kontekstual

Pendekatan kontekstual atau dikenal dengan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga mereka dapat menerapkan hasil pembelajaran di sekolah pada kehidupan sehari-hari. Pada pembelajaran ini guru tugasnya adalah memberikan kemudahan belajar dengan menyediakan fasilitas sarana prasarana dan sumber belajar yang memadai. Pembelajaran CTL menekankan pada proses belajar peserta didik bukan pada hasil yang diperoleh, serta menumbuhkan teamwork yang akan menjadi bekal mereka di kehidupan nyata.

  1. Pendekatan tematik

Pendekatan tematik atau pendekatan terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang menyatupadukan serangkaian pengalaman belajar, sehingga terjadi saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dan berpusat pada sebuah pokok atau persoalan. Pendekatan ini biasanya diterapkan pada sekolah TK atau RA dan sekolah dasar yang membutuhkan penanaman karakter dan pengetahuan dasar peserta didik.

Pendekatan tematik lebih maksimal jika dilakukan dengan team teaching atau pembelajaran beregu. Pendekatan ini menuntut kreatifitas guru dalam memilih dan mengembangkan tema pembelajaran dan menyorotinya dari berbagai aspek.

            Dari uraian diatas dapat dipilih dan dikombinasikan pendakatan mana yang sesuai dengan kemampuan guru dan karakter peserta didik. Semoga apa yang kami sampaikan dapat menambah pengetahuan rekan-rekan  guru. Salam penuh semangat dalam mencerdaskan anak bangsa.



Peluang Industri Kreatif  dalam Kurikulum 2013SMK/MAK

 Oleh :IndriaMustika


         Walaupun masih ramai diperdebatkan dan terkesan kedodoran, secara substantif Kurikulum 2013 memberikan ruang bagi tumbuh dan berkembangnya industri kreatif. Melalui kurikulum2013 diharapkan sumberdaya manusia usia produktif yang terdidik di  SMK/MAK  dapat ditransformasikan  menjadi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi, talenta individu, inovasi  dan kreativitas. Dengandemikianmerekataksekedarmenjadi “tukang”, tetapimampuberkaryasertamampumelakukankomersiasilasikekayaanintelektualnya

          Paling tidak  semangat itu nampak pada Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum  Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) / Madrarasah Aliyah Kejuruan ( MAK ) yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudyaan RI No. 70 tahun 2013.Permendiknas ini menjadi sangat berarti,   sebab kerangka dasar kurikulum ini merupakan landasan filisofis,teoretis,sosiologis, psikopedagogis dan yuridis yang berfungsi  sebagai acuan pengembangan struktur kurikulum. Bukan saja pada tingkat nasional tetapi juga sebagai dasar untuk  pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah.

          Dalam Kurikulum 2013 secara tegas dikatakan bahwa tujuan kurikulum 2013 adalah mempersiapkan manusia Indonesia yang memiliki kemampuan hidup  sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif dan afekktif serta mampu berkontribusi pada kehidupan. Disamping itu kurikulum 2013 juga diharapkan mampu menjawab tantangan internal agar sumber daya manusia usia produktif ini memiliki kompetensi dan ketrampilan  supaya tidak menjadi beban. Sedang pada sisi eksternal diharapkan kurikulum 2013 ini mampu memberikan respon terhadap  masalah lingkungan hidup, globalisasi, kemajuan teknlogi dan informasi  sertamampumemberikan respon terhadap kebangkitan industri  kreatif dan budaya.

                                                                                                                         Jalan panjang

          Untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan tentu tidak semudah kita membalikkan telapak tangan. Menyempurnakan pola pikir,  mulai pola pembelajaran yang semula berpusat pada guru menjadi pola pembelajaran yang berpusat ke peserta didik bisa saja menjadi persooalan yang sangat serius. Disamping itu, pola pembelajaran satu arah menjadi pola pembelajaran interaktif antara guru, peserta didik dan masyarakat serta lingkungan juga bukan persoalan yang sederhana. Pola pembelajaran jejaring implementasinya juga menjadi rumit termasuk pola pembelajaran aktif menggantikan pola pembelajaran pasif. Pola pembelajaran berbasis pelanggan menggantikan pola pembelajaran massal  serta   pola pembelajaran  ilmu pengetahuan jamak menggantikan pola pembelajaran tunggal juga memerlukan adaptasi yang cukup lama. Belum lagi pola pembelajaran kritismenggantikanpolapembelajaranpasif,masih terasa asing bagi sebagian besar siswa.

          Betapapun terjalnya jalan yang hendak dilalui dalam mengimplementasikan kurikulum 2013, prospek  kebangkitan industri kreatif  semakin terbuka. Sebab dalamkurikulum 2013 melaluikompetensi inti 1,2,3 dan 4 diharapkanpesertadidikmemilikisifatdankarakter yang baikdisampingmampumenciptakankaryayang berbasispemecahanmasalahdantidaksekedarmenirukarya orang lain.

            Disamping itukurikulum 2013  memberikan peluang tata kelola kurikulum di SMK/MAKdenganmelakukan penguatan tata kerja guru yang dari semula yang bersifat individual menjadi tata kelola yang bersifat kolaboratif. Dengan tata kelola ini, guru SMK / MAK  dapat memberikan bimbingan secara intens dan mendalam.

          Agar SMK/MAK dapat berkembang dan  memberikan sumbangan maksimal bagi terciptanya manusia  yang beriman, memiliki kompetensi,mampumengembangkantalenta individusecarakreatifdanmampumenghasilkankarya-karyanyamakaperludiperhatikanbeberapahal :

Pertama; pemilihan pengembangan kompetensi yang serumpun agar  memudahkan sekolah atau pemerintah untuk  melakukan penguatan  sarana prasara  untuk kepentingan pembelajaran. Pemilihan pengembangan kompetensi yang serumpun oleh SMK/MAK ini juga memudahkan para guru untuk mengembangkan profesionalitasdankreatifitasnyanya.

Kedua : mengembangkan kompetensi yang berakar pada  potensi dan budaya daerah agar peserta didik mampu mengembangkan pola pembelajaran interaktif denganlingkunganmasyarakatdan sekaligus memenuhi kebutuhan tenaga kerja trampil di daerahnya. 

Ketiga : keberanian para pengelola sekolah untuk menyelenggarakan diklatataubimbingantenis internal agar para guru mampu untuk memberikan respon secara cepat terhadap penyempurnaan pola pikir serta karakteristik kurikulum 2013.

Keempat : memberdayakan komite sekolah untuk memberikan pemahaman kepada orang tua terhadap implementasi kurikulum 2013 dan sekaligus memberikan pengertian tentang peran yang harus diambil.

Kelima : memastikan para guru telah benar-benar memahami desain kurikulum 2013  yang menggunakan pendekatan  saintifik dan penilaian autentik agar mampumemberikankesempatankepadapesertadidikmengkonstruksipengetahuandalam proses kognitifnya.

Keenam : secararutinmelakukan  gelar hasil karya siswa untuk memberikan motivasidanmondorongparapesertadidikuntuk berkarya dengan inovasi, kreativitas, talentadanilmupengetahuan yang didapat.

Ketujuh : Keberanian mendatangkan guru / instruktur tamu yang memiliki kompetensidantelahmemilikikarya-karyanyata untuk menumbuhkan dan merangsang  daya kreativitas siswa.

          Pengembangan industri kreatif yang berbasais pada budaya dan potensi lokal  adalah sebuah keniscayaan. Sebab melalui pola pengembangan semacam itu diharapkan lulusan SMK dapat mandiri dengan hasil karyanya. Industri kreatif juga diyakini memiliki daya tarik dan nilai jual yang menjanjikankarenalebihbermaknadalamkehidupan.



IndriaMustika, SPd, Guru SMKN 2Jeparasedangmenyelesaikan program S-2 di Unes Semarang.





Membangun Kelas Industri Berbasis Potensi Lokal

                                

Mengejutkan membaca data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah bulan Agustus 2017. Sebab penyumbang angka pengangguran terbuka terbesar  di provinsi ini justru SMK dengan angka  sebesar 11,08 persen. Sementara dari SMA hanya 7,10 persen dari total pengangguran terbuka sebanyak 824.000 orang. Padahal pada bulan Februari 2017 tingkat pengangguran terbuka   lulusan SMK baru  sebesar   8,07 persen dan lulusan SMA sebesar 6,51 persen. Artinya justru pengangguran terbuka berlatar belakang SMK terjadi peningkatan 3,01 persen dalam rentang waktu Februari – Agustus 2017. 

Angka diatas  tidak jauh berbeda dengan data nasional  yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik  Februari  2017. Jumlah pengangguran terbuka di Indonesia tercatat  7, 01 juta. Dari jumlah ini, pengangguran lulusan SMK justru memberikan kontribusi terbesar yaitu 9,27 persen, menyusul lulusan SMA 7,03 persen, diploma 6,35 persen dan SMP  5,36 persen. Memang  dalam kurun waktu 15 tahun terakhir hingga tahun 2015, terjadi perubahan keterserapan lulusan sekolah menengah. Pada periode 2000 – 2010, tingkat kebekerjaan lulusan SMK lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan SMA. Namun sejak akhir 2010 hingga 2015,  terjadi perubahan  dimana tingkat kebekerjaan lulusan SMA justru lebih tinggi.

Ada beberapa hal yang menyebabkan kondisi ini. Pertama, ada  perubahan karakteristik dunia kerja yang menuntut penggabungan antara kompetensi dan berfikir logis agar dapat dengan cepat menyesuaikan perubahan peralatan industri.  Sebab pekerjaan yang semula dikerjakan dengan manual dan bertumpu pada ketrampilan manusia,  mulai digantikan dengan mesin produksi dan teknologi informasi. Sementara dibanyak sekolah SMK peralatan prakteknya belum sepenuhnya mampu menyesuaikan mesin yang diigunakan oleh dunia industri.  Kedua, adanya lonjakan pasokan tenaga kerja dari SMK sebagai dampak dari program pembalikan rasio peserta didik SMA : SMK menjadi 30 : 70, sehingga secara berlahan lulusan SMK semakin meningkat.

Ini menjadi tantangan bagi para pengelola satuan pendidikan SMK dan juga para pemangku kepentingan lain yang bertanggung jawab. Sebab berdasarkan  UU No. 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kehadiran SMK justru untuk mempersiapkan lulusannya dapat bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Artinya SMK  dituntut untuk menghasilkan lulusan yang siap bekerja, baik dalam dunia industri maupun menjadi wirausaha.                                             

                                                                                                         Kelas Industri

Agar lulusan SMK mampu meningkatkan daya saing dan merespon secara tepat  perubahan struktur pekerjaan di  pasar kerja di daerah, maka dengan memanfaatkan peluang Inpres No 9 tahun 2016 tentang Revitaalisasi SMK, menurut penulis ada jalan pintas yang dapat dilakukan yaitu dengan membangun kelas  industri berbasis industri lokal  yang ada didaerah. Kelas industri ini melibatkan   secara langsung    industri,  dunia usaha  dan praktisi  yang ada di daerah tempat sekolah berada   dalam proses pembelajaran. Tujuannya agar  kompetensi lulusan benar-benar  sesuai dengan kompetensi kebutuhan  dunia industri daerah. Disamping itu  juga  guna mendukung pengembangan potensi lokal dan untuk menjaga agar tenaga kerja potensial dan produktif tidak terserap ke kota-kota besar.  Kelas industri ini menurut penulis   selaras dengan salah satu instruksi presiden  tentang revitalisasi SMK, yaitu perlunya  meningkatkan kerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan dunia usaha/dunia industri.

Untuk mewujudkan kelas industri berbasis potensi industri di daerah,  ada beberapa  langkah yang perlu mendapatkan perhatian.

Pertama;  validasi dan sinkronisasi data. Langkah ini perlu dilakukan untuk harmonisasi data kebutuhan tenaga kerja didunia industri dan dunia usaha yang memiliki prospek penyerapan tenaga kerja dengan program keahlian yang ada di SMK di suatu wilayah. Langkah  ini juga mencakup informasi tentang investasi yang akan dikembangkan didaerah, termasuk proyeksi  kompetensi yang diperlukan.

Kedua;  fasilitasi dari pemerintah daerah. Tujuannya  agar terbangun komitmen  dan kerjasama antara dunia industri dengan  sekolah. Fasilitasi ini sangat penting sebab realita dilapangan banyak  perusahaan termasuk perusahaan PMA  yang mengabaikan  upaya  pengembangan sumber daya manusia. Mereka sepertinya hanya menuntut sekolah untuk menyiapkan tenaga kerja terampil yang siap kerja tanpa bersedia terlibat dalam proses pembentukannya.

 Ketiga; penyelarasan kurikulum. Harapannya dapat  mempertemukan pasokan (supplay) dan permintaan (demand). Penyelarasaan ini mencakup dimensi kualitas, kompetensi, kuantitas, lokasi dan waktu. Ini untuk  memastikan, kurikulum yang diigunakan dapat memenuhi kebutuhan kompetensi yang diperlukan oleh dunia  industri dan dunia usaha.

Keempat; pengimplementasian dual system. Kelas industri ini memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan dan penguasaan keahlian dengan mendekatkan peserta didik kedunia kerja secara langsung.

Kelima; tempat penyelennggaraan. Pembukaan kelas industri dilakukan disekolah atau tempat yang disediakan oleh dunia industri, termasuk peralatan praktek dan instrukturnya. Agar guru juga mendapatkan pengalaman sebaiknya dalam melaksanakan kelas industri melibatkan guru peraktik dengan sistem team teaching. Sehingga disamping guru menjadi team dalam proses pembelajaran juga mendapatkan pengalaman dari instruktur industri.

Keenam; implementasi CSR ( Corporate Sosial Responsibility ). Kelas industri ini    sebagai salah satu implementasi dari tanggung jawab sosial perusahaan  atau  CSR, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40  tahun 2007 tentang Persseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

Ketujuh; menampung lulusan. Bagi dunia industri /  dunia usaha yang terlibat dalam kerjasama dalam membuka kelas industri mendapatkan kesempatan pertama untuk merekrut lulusan sesuai dengan kompetensi yang diperlukan oleh dunia industri.

Kedelapan; regulasi. Ada regulasi yang mengatur dan mengikat semua pemangku  kepentingan yang terlibat dalam pengembangan kelas industri.

            Pengembangan kelas industri ibarat pepatah lama, sekali dayung dua tiga pulau terlampai dalam menjawab isu strategis dan tantangan pendidikan vokasi. Sebab  Kelas industri ini sekaligus dapat menjawab strategi dan tantangan dalam pengembangan dual system, penyelarasan  kurikulum berbasis link and match, pendekatan demand driven, kekurangan sarana praktek hingga  ketersediaan guru  yang selama ini menjadi persoalan klasik . Muaranya akan lulusan SMK memiliki daya saing karena memiiliki kompetensi yang diperlukan dunia industri dan dunia usaha   Oleh sebab itu program ini harus melibatkan banyak pemangku kepentingan, mulai dari  orang tua, komite, dunia usaha, para praktisi, para guru dan kepala sekolah hingga pemerintah kabupaten dan provinsi. (*)







         


Kreatifitas Kunci Meraih Masa Depan

     

Menjelang Hari Kartini dan hari jadi, kembali Jepara akan menggelar ajang kreatifitas dalam mengekspresikan diri pada festival Kartini ke 3 tahun  2015. Lomba fashion show kategori PAUD sampai umum digelar untuk memotivasi warga dalam mengembangkan potensi tenun ikat dan batik khas Jepara, serta memberikan ruang apresiasi yang luas  terhadap tumbuh dan berkembangnya kreativitas masyarakat Jepara dan isekitar.

Kesempatan ini sangat tepat bagi pelajar Jepara umumnya  dan SMK jurusan Tata Busana maupun Tekstil pada khususnya. Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi orang yang kreatif dan mau berekspresi melalui  karyanya dalam fashion dan sebagai latihan  unjuk keberanian  bagi anak-anak dalam pengembangan potensi dirinya.

Kreativitas sangat dibutuhkan untuk dapat mengembangkan potensi diri, serta kreatifitas dapat diupayakan oleh siapapun yang mau berusaha. Khususnya bagi siswa sekolah kejuruan kreatifitas sangat dibutuhkan. Namun kreatifitas ini tidak bisa muncul dengan sendirinya. Perlu ditumbuhkan agar berkembang dan dapat direalisasikan dalam bentuk karya nyata. Di sekolah kejuruan sangat diharapkan memiliki lingkungan yang mampu memotivasi dan mendukung munculnya kreatifitas siswa secara maksimal. Karena di sekolah tempat yang tepat bagi siswa untuk memaksimalkan potensi diri.

Berikut ini lima cara menumbuhkan kreatifitas, pertama yaitu observasi, mengamati lingkungan sekitar dimana kita berada. Baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat luar. Kejelian dalam mengamati lingkungan ini akan menumbuhkan pikiran-pikiran yang kreatif sesuai dengan bekal keilmuan di sekolah.

Kedua bertanya, menindaklanjuti hasil pengamatan yang menimbulkan pertanyaan. Setelah pengamatan akan muncul permasalahan yang perlu dipertanyakan. Segan dan malas untuk bertanya terkadang menjadi kendala kita, namun rasanya pertanyaan apapun berkaitan dengan apa yang diamati lebih membantu dalam menjawab hal yang belum kita pahami.

Ketiga diskusi, mendiskusikan jawaban dari pertanyaan yang muncul setelah mengamati suatu hal. Dengan berdiskusi akan memperoleh jawaban dan pemikiran yang luas. Hal ini akan membuka dan menambah wawasan kita, karena pemikiran orang banyak akan lebih baik jika dipikirkan oleh seorang saja.

Keempat asosiasikan hasil diskusi atau menyimpulkannya. Dengan kesimpulan yang dibuat akan muncul pemikiran baru dari pengamatan. Pemikiran dan ide baru inilah yang membuat kita kreatif. Terakhir yaitu komunikasi. Setelah ada kesimpulan atau hasil pemikiran maka harus dikomunikasikan. Hasil pemikiran akan bermanfaat bagi orang lain jika dikomunikasikan.

Sepertinya tidak sulit dipraktikkan untuk menumbuhkan kreatifitas kita. Sebagai insan kejuruan tentu kreatifitas memegang kunci penting untuk mengekspresikan ide-ide yang ada dalam kepala kita. Oke mari mulai menumbuhkan kreatifitas kita untuk mengekspresikan diri meraih sukses masa depan. Salam.


Generasi Milenial Menjadi  Ibu Bangsa                       

                                                Oleh : Indria Mustika

            Salah satu keputusan penting  yang dikeluarkan  Konggres Perempuan Indonesia  II  di Jakarta tahun 1935    adalah menegaskan kewajiban  perempuan Indonesia untuk menjadi Ibu Bangsa. Tujuannya  agar dapat   mendidik generasi baru yang sadar akan kewajiban kebangsaannya. Sementara dalam konggres ke -3 yang berlangsung di Bandung  1938 ditetapkan tanggal 22 Desember  sebagai tonggak peringatan hari ibu dalam tugas besarnya sebagai Ibu Bangsa. Tanggal tersebut adalah saat diseleggarakan Konggres  Perempuan Indonesia I tanggal  22 Desember 1928 di Yogyakarta. Keputusan konggres  ini kemudian dikukuhkan dengan Keputusan Presiden  No. 316 tanggal 16 Desember 1959,  sebagai hari ibu  nasional.

Tugas sejarah kebangsaan sebagai Ibu Bangsa itu tidak berubah. Namun  ada   perbedaan tantangan fundamental  antar generasi yang sangat mendasar. Jika isu yang menjadi persoalan strategis dalam Konggres  Perempuan I.II, III dan IV adalah seputar pendidikan perempuan dan  perkawinan, maka kini persoalan kebangsaan yang dihadapi perempuan semakin rumit. Pasalnya ada   kelalaian bangsa kita dimasa lalu hingga munculnya krisis multidimensional. Krisis itu  diakibatkan oleh redahnya pemahaman  dan pengamalan nilai Pancasila, lunturnya penghargaan terhadap kebinekaan, intoleransi diruang agama, ketidakadilan, demokrasi  yang sedang mencari bentuk, fanatisme kedaerahan hingga  keteladanan pemimpin.

Belum lagi persoalan yang muncul akibat kemajuan teknologi yang telah mengubah budaya, nilai dan perilaku manusia. Termasuk  ibu melenial  yang lahir  antara tahun 1980 – 2000 an dalam mengasuh dan mendidik  anak-anaknya. Ibu milenial ini sangat penting sebab  kelompok ini menjadi generasi pertama yang sejak kecil terpapar teknologi,  jumlahnya sangat banyak serta memiliki karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya.

Mereka seperti tidak ingin mengasuh anaknya dengan pola yang pernah  dilakukan oleh orang tuanya. Secara umum gaya pengasuhan orang tua milenial   lebih rileks dan terbuka. Mereka senang jika anaknya mengikuti kegiatan edukatif – kreatif, bukan saja dilingkungan sekolah tetapi juga kegiatan diluar sekolah.

Namun ibu milenial tak ingin seluruh waktunya  menjadi ibu. Mereka ingin memiliki waktu khusus untuk dirinya  sendiri guna  melakukan aktivitas tanpa diganggu urusan rumah tangga. Karena itu pergi bersama ibu-ibu sebaya menjadi salah satu ciri ibu-ibu milenial. Termasuk dalam menggunakan teknologi komunikasi. Media sosial  tak bisa dilepaskan dari aktivitas sehari-hari. Mereka pada umumnya memiliki lebih  2  akun media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram dan Youtube. Walaupun telah mulai berubah, televisi masih menjadi media favorit ibu milenial untuk mendapatkan hiburan terutama yang tidak bekerja atau tinggal di pedesaan.

Penetrasi teknologi informasi ini  telah membentuk konstruksi berfikir anak-anak dari ibu milenial  yang saat ini berusia  hingga 17-an tahun.  Konstruksi ini   kemudian membentuk pandangan, perilaku dan pola tindak anak-anak bukan hanya pada persoalan sosial budaya, tetapi mencakup pandanganya tentang nilai-nilai  kebangsaan.

Karena itu Ibu mileial harus bersedia belajar agar cerdas menerima panggilan sejarah, menanamkan kesadaran berbangsa kepada anak-anaknya. Tujuannya agar  anak-anak memahami bahwa Indonesia lahir dari keberagam suku bangsa, agama, ras, dan kebudayaan yang diikat oleh ideologi Pancasila. Penulis yakin, kesadaran berbangsa  telah diajarkan di sekolah. Namun keluarga, utamanya ibu  memiliki waktu yang lebih banyak dan peran besar dalam membagun kesadaran  berbangsa dan bernegara yang konteks dan persoalanya berkembang dinamis. Jika  keluarga memiliki pondasi kebangsaaan yang kuat dan bersedia mengajarkan  nilai itu kepada putra-putrinya sesuai dengan perkembangan anak, akan muncul kesadaran untuk menjaga dan merawat Negara Kesatuan Republik Idonesia, termasuk melindungi bangsa ini dari segala ancaman.

Melihat semakin tergerusnya nilai-nilai kebangsaan yang nampak pada semakin maraknya paham  intoleransi, radikalisme dan bahkan gerakan sparatisme, terasa relevansinya kita menghadirkan kembali panggilan sejarah kaum perempuan untuk menjadi Ibu Bangsa. Oleh sebab itu agar peringatan Hari Ibu yang secara rutine kita peringati setiap tanggal 22 Desember tidak berhenti pada kegiatan serimonial, maka perlu revitalisasi peran strategis Ibu Bangsa dalam menamkan, merawat dan memperkokoh semangat kebangsaan putra-putrinya. Juga revitalisasi peringatan hari ibu secara terstruktur  dan berkelajutan. Tujuannya agar hari Ibu dapat senantiasa  menjadi momentum yang senantiasa diperbaharui untuk   menumbuhkan kesadaran kaum perempuan  menerima panggilan sejarah sebagai Ibu Bangsa.

Gerakan menjadi Ibu Bangsa ini harus digelorakan dan di viralkan  menjadi gerakan kolektif  perempuan Indonesia, termasuk  ibu milenial. Bukan hanya aktivis perempuan yang berada diperkotaan, wanita karier, tetapi juga mereka yang berada dipedesaan yang justru jumlahnya lebih banyak. Menurut penulis ada beberapa metode untuk menyebarkan virus kebangsaan ini kepada anak-anak  kelompok ibu  milenial sesuai dengan karakteristik kelompok ini. Keteladanan dalam keluarga,  edukasi kreatif tentang nilai-nilai kebangsaan serta  pendampingan dan pemilihan  media, mungkin  bisa menjadi cara yang efektif.

          Inilah saatnya membangkitkan kembali kesadaran bersama perempuan Indonesia akan  tugas besarnya   yang sangat menentukan masa depan bangsa ini. Tugas mulia itu adalah  mendidik dan membimbing anak bangsa agar menyadari pentingnya menjaga dan merawat NKRI dengan meneguhkan semangat   persatuan, kesatuan,  keberagaman dan  toleransi. Inilah bagian esensi nilai  kebangsaan kita yang selalu  diabaikan ketika kita masuk dalam tahun-tahun politik. (*)

Indria Mustika, M.Pd, adalah guru dan juga  Sekretaris Yayasan Kartini Indonesia


EKSPEKTASI KURIKIKULUM 2013


EKSPEKTASI KURIKIKULUM 2013



K13 yang sudah berjalan selama setahun dirasa masih belum merata dalam pelaksanaannya. Namun seperti yang sudah diketahui bersama bahwa usaha pemerintah dalam mensukseskannya sangat kuat, mulai dari pelatihan bagi tenaga pendidik dan persiapan buku ajar yang sesuai dengan perubahan.

            Struktur kurikulum pada masing-masing jenjang pendidikan sudah dibuat lebih jelas dan holistik. Jadi ada hubungan yang jelas pada masing-masing mata pelajaran. Jika dulu ada istilah stanar kompetensi dan kompetensi dasar, pada K13 diubah istilahnya menjadi Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Pada masing-masing jenjang juga diberikan kompetensi sesuai dengan bidangnya. C1 untuk pembelajaran teori, C2 untuk pembelajaran dasar kompetensi kejuruan, dan C3 untuk pembelajaran kompetensi kejuruan dengan praktik.

K13 juga memudahkan guru karena sudah ada silabus pada semua mata pelajaran umum maupun kejuruan. Tinggal bagian guru yang mengembangkan indikator sesuai dengan silabus yang sudah ada. Tentu saja merumuskan indikator sesuai kompetensinya membutuhkan pemikiran dan panduan berupa buku pegangan dan referensi yang cukup. Disinilah peran guru dan kreatifitas guru sangat dibutuhkan.

Selama ini guru SMK sudah melaksanakan pembelajaran seperti yang diharapkan pada K13, namun Selama ini guru produktif belum dapat  memaknai pembelajarannya seperti kurikulum 2013, sehingga belum memberikan efek ke kompetensi yang diharapkan.

            Ekspektasi K13 pada SMK tentu lebih tinggi dari sekolah menengah lainnya, karena dalam pelaksanaan pembelajaran selama ini dirasa sudah sesuai dengan K13.  Keaktifan peserta didik yang diutamakan dalam proses belajar mengajar membuat guru SMK tidak begitu kaget dan bingung dalam mengimplementasikan K13.

            Kekhawatiran guru-guru dalam mengimplementasikan K13 tentu akan dapat diatasi dengan baik oleh guru SMK.  Hanya membuka sedikit wawasan tentang K13 yang memang berbeda denga KTSP. Namun sebenarnya K13 inilah yang paling tepat untuk SMK. dengan pembelajaran yang terfokus pada peserta didik maka akan diperoleh aktifitas peserta didik yang tinggi, sehingga akan diperoleh hasil kerja peserta didik yang sesuia dengan kompetensinya. Guru hanya sebagai fasilitator saja sedangkan peserta didik yang lebih banyak aktif dan berkreasi.

            Pembelajaran praktik menekankan pada aktifitas peserta didik, guru hanya memberikan pancingan dan memfasilitasi bagi peserta didik. Pemantauan kegiatan dan aktifitas peserta didik dilakukan oleh guru praktik. Fokus dari proses pembelajaran pada kegiatan peserta didik.

Jika pada KTSP guru merupakan sumber utama dan pusat pembelajaran, pada K13 guru hanya sebag fasilitator dan pembimbing yangtidak dominan dalam KBM.