Minggu, 11 November 2018

Membangun Kelas Industri Berbasis Potensi Lokal


      Membangun Kelas Industri Berbasis Potensi Lokal
Indria Mustika
                                
Mengejutkan membaca data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah bulan Agustus 2017. Sebab penyumbang angka pengangguran terbuka terbesar justru SMK dengan angka   11,08 persen. Sementara  SMA hanya 7,10 persen dari total pengangguran terbuka sebanyak 824.000 orang. Padahal pada bulan Februari 2017 tingkat pengangguran terbuka   lulusan SMK baru  sebesar   8,07 persen dan lulusan SMA sebesar 6,51 persen. Artinya justru pengangguran terbuka berlatar belakang SMK terjadi peningkatan 3,01 persen dalam rentang waktu Februari – Agustus 2017. 
Angka diatas  tidak jauh berbeda dengan data nasional  yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik  Februari  2017. SMK justru memberikan kontribusi terbesar yaitu 9,27 persen. Memang  dalam kurun waktu 15 tahun terakhir hingga tahun 2015, terjadi perubahan keterserapan lulusan sekolah menengah. Pada periode 2000 – 2010, tingkat kebekerjaan lulusan SMK lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan SMA. Namun sejak akhir 2010 hingga 2015,  terjadi perubahan, kebekerjaan lulusan SMA lebih tinggi.
Ada beberapa hal yang menyebabkan kondisi ini. Pertama, ada  perubahan karakteristik dunia kerja yang menuntut penggabungan antara kompetensi dan berfikir logis agar dapat dengan cepat menyesuaikan perubahan peralatan industri.  Sebab pekerjaan yang semula bertumpu pada ketrampilan manusia,  mulai digantikan dengan mesin produksi dan teknologi informasi..  Kedua, adanya lonjakan pasokan tenaga kerja dari SMK sebagai dampak dari program pembalikan rasio peserta didik SMA : SMK menjadi 30 : 70, sehingga secara berlahan lulusan SMK semakin meningkat.
Ini menjadi tantangan bagi para pengelola satuan pendidikan SMK dan juga para pemangku kepentingan lain yang bertanggung jawab. Sebab berdasarkan  UU No. 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kehadiran SMK justru untuk mempersiapkan lulusannya dapat bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.                                                                                                                                                  Kelas Industri
Agar lulusan SMK mampu meningkatkan daya saing dan merespon secara tepat  perubahan struktur pekerjaan di  pasar kerja di daerah, maka dengan memanfaatkan peluang Inpres No 9 tahun 2016 tentang Revitaalisasi SMK, menurut penulis ada jalan pintas yang dapat dilakukan yaitu dengan membangun kelas  industri berbasis industri lokal  yang ada didaerah. Kelas industri ini melibatkan   secara langsung    industri,  dunia usaha  dan praktisi  yang ada di daerah   dalam proses pembelajaran. Tujuannya agar  kompetensi lulusan benar-benar  sesuai dengan kompetensi kebutuhan  dunia industri daerah. Disamping itu  juga  guna mendukung pengembangan potensi lokal serta untuk menjaga agar tenaga kerja potensial dan produktif tidak terserap ke kota-kota besar.  Kelas industri ini menurut penulis   selaras dengan salah satu instruksi presiden  tentang revitalisasi SMK, yaitu perlunya  meningkatkan kerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan dunia usaha/dunia industri.
Untuk mewujudkan kelas industri berbasis potensi industri di daerah,  ada beberapa  langkah yang perlu mendapatkan perhatian.
Pertama;  validasi dan sinkronisasi data. Langkah ini perlu dilakukan untuk harmonisasi data kebutuhan tenaga kerja di dunia industri yang memiliki prospek penyerapan tenaga kerja dengan program keahlian yang ada suatu wilayah. Langkah  ini juga mencakup informasi tentang investasi yang akan dikembangkan didaerah, termasuk proyeksi  kompetensi yang diperlukan.
Kedua;  fasilitasi dari pemerintah daerah. Tujuannya  agar terbangun komitmen  dan kerjasama antara dunia industri dengan  sekolah. Fasilitasi ini sangat penting sebab realita dilapangan banyak  perusahaan termasuk perusahaan PMA  yang mengabaikan  upaya  pengembangan sumber daya manusia.
Ketiga; penyelarasan kurikulum. Harapannya dapat  mempertemukan pasokan (supplay) dan permintaan (demand). Penyelarasaan ini mencakup dimensi kualitas, kompetensi, kuantitas, lokasi dan waktu. Ini untuk  memastikan, kurikulum yang diigunakan dapat memenuhi kebutuhan kompetensi yang diperlukan oleh dunia  industri dan dunia usaha.
Keempat; pengimplementasian dual system. Kelas industri ini memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan dan penguasaan keahlian dengan mendekatkan peserta didik kedunia kerja secara langsung.
Kelima; tempat penyelennggaraan. Pembukaan kelas industri dilakukan disekolah, sedangkan peralatan praktek disediakan oleh industri, termasuk instrukturnya yang memiliki ketrampilan mengajar. Kemudian agar guru mendapatkan pengalaman, sebaiknya dalam melaksanakan kelas industri melibatkan guru praktik dengan sistem team teaching.
Keenam; implementasi CSR ( Corporate Sosial Responsibility ). Kelas industri ini    sebagai salah satu implementasi dari tanggung jawab sosial perusahaan  atau  CSR, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40  tahun 2007 tentang Persseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
Ketujuh; menampung lulusan. Bagi dunia industri /  dunia usaha yang terlibat dalam kerjasama dalam membuka kelas industri mendapatkan kesempatan pertama untuk merekrut lulusan sesuai dengan kompetensi yang diperlukan oleh dunia industri.
Kedelapan; regulasi. Ada regulasi yang mengatur dan mengikat semua pemangku  kepentingan yang terlibat dalam pengembangan kelas industri.
            Pengembangan kelas industri ini  sekaligus dapat menjawab strategi dan tantangan dalam pengembangan sekolah vokasi. Oleh sebab itu program ini harus melibatkan banyak pemangku kepentingan, mulai   orang tua, komite, dunia usaha, para praktisi, para guru dan kepala sekolah, serta pemerintah kabupaten dan provinsi. (*)
Indria Mustika, S.Pd, M.Pd, Ketua Jurusan Tata BUsana SMKN 2 Jepara

         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar