
Indria Mustika
Mengejutkan membaca data
yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah bulan Agustus
2017. Sebab penyumbang angka pengangguran terbuka terbesar justru SMK dengan
angka 11,08 persen. Sementara SMA hanya 7,10 persen dari total pengangguran
terbuka sebanyak 824.000 orang. Padahal pada bulan Februari 2017 tingkat
pengangguran terbuka lulusan SMK
baru sebesar 8,07 persen dan lulusan SMA sebesar 6,51
persen. Artinya justru pengangguran terbuka berlatar belakang SMK terjadi
peningkatan 3,01 persen dalam rentang waktu Februari – Agustus 2017.
Angka diatas tidak jauh berbeda dengan data nasional yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik Februari 2017. SMK justru memberikan kontribusi
terbesar yaitu 9,27 persen. Memang dalam
kurun waktu 15 tahun terakhir hingga tahun 2015, terjadi perubahan keterserapan
lulusan sekolah menengah. Pada periode 2000 – 2010, tingkat kebekerjaan lulusan
SMK lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan SMA. Namun sejak akhir 2010 hingga
2015, terjadi perubahan, kebekerjaan
lulusan SMA lebih tinggi.
Ada beberapa hal yang
menyebabkan kondisi ini. Pertama, ada
perubahan karakteristik dunia kerja yang menuntut penggabungan antara
kompetensi dan berfikir logis agar dapat dengan cepat menyesuaikan perubahan
peralatan industri. Sebab pekerjaan yang
semula bertumpu pada ketrampilan manusia,
mulai digantikan dengan mesin produksi dan teknologi informasi.. Kedua, adanya lonjakan pasokan tenaga kerja
dari SMK sebagai dampak dari program pembalikan rasio peserta didik SMA : SMK
menjadi 30 : 70, sehingga secara berlahan lulusan SMK semakin meningkat.
Ini menjadi tantangan
bagi para pengelola satuan pendidikan SMK dan juga para pemangku kepentingan
lain yang bertanggung jawab. Sebab berdasarkan
UU No. 20 tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kehadiran SMK
justru untuk mempersiapkan lulusannya dapat bekerja sesuai dengan kompetensi
yang dimilikinya. Kelas
Industri
Agar lulusan SMK mampu
meningkatkan daya saing dan merespon secara tepat perubahan struktur pekerjaan di pasar kerja di daerah, maka dengan
memanfaatkan peluang Inpres No 9 tahun 2016 tentang Revitaalisasi SMK, menurut
penulis ada jalan pintas yang dapat dilakukan yaitu dengan membangun kelas industri berbasis industri lokal yang ada didaerah. Kelas industri ini
melibatkan secara langsung industri, dunia usaha
dan praktisi yang ada di
daerah dalam proses pembelajaran.
Tujuannya agar kompetensi lulusan benar-benar sesuai dengan kompetensi kebutuhan dunia industri daerah. Disamping itu juga
guna mendukung pengembangan potensi lokal serta untuk menjaga agar
tenaga kerja potensial dan produktif tidak terserap ke kota-kota besar. Kelas industri ini menurut penulis selaras dengan salah satu instruksi
presiden tentang revitalisasi SMK, yaitu
perlunya meningkatkan kerja sama
dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan dunia usaha/dunia industri.
Untuk mewujudkan kelas
industri berbasis potensi industri di daerah,
ada beberapa langkah yang perlu
mendapatkan perhatian.
Pertama; validasi dan sinkronisasi data. Langkah ini
perlu dilakukan untuk harmonisasi data kebutuhan tenaga kerja di dunia industri
yang memiliki prospek penyerapan tenaga kerja dengan program keahlian yang ada
suatu wilayah. Langkah ini juga mencakup
informasi tentang investasi yang akan dikembangkan didaerah, termasuk
proyeksi kompetensi yang diperlukan.
Kedua; fasilitasi dari pemerintah daerah.
Tujuannya agar terbangun komitmen dan kerjasama antara dunia industri dengan sekolah. Fasilitasi ini sangat penting sebab
realita dilapangan banyak perusahaan
termasuk perusahaan PMA yang
mengabaikan upaya pengembangan sumber daya manusia.
Ketiga; penyelarasan kurikulum.
Harapannya dapat mempertemukan pasokan (supplay) dan permintaan (demand). Penyelarasaan ini mencakup
dimensi kualitas, kompetensi, kuantitas, lokasi dan waktu. Ini untuk memastikan, kurikulum yang diigunakan dapat
memenuhi kebutuhan kompetensi yang diperlukan oleh dunia industri dan dunia usaha.
Keempat; pengimplementasian dual system. Kelas industri ini
memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan dan penguasaan
keahlian dengan mendekatkan peserta didik kedunia kerja secara langsung.
Kelima; tempat
penyelennggaraan. Pembukaan kelas industri dilakukan disekolah, sedangkan peralatan praktek disediakan oleh
industri, termasuk instrukturnya yang memiliki ketrampilan mengajar. Kemudian agar guru mendapatkan
pengalaman, sebaiknya dalam melaksanakan kelas industri melibatkan guru praktik
dengan sistem team teaching.
Keenam; implementasi CSR ( Corporate Sosial Responsibility ).
Kelas industri ini sebagai salah satu
implementasi dari tanggung jawab sosial perusahaan atau
CSR, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Persseroan Terbatas dan
Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas.
Ketujuh; menampung lulusan.
Bagi dunia industri / dunia usaha yang
terlibat dalam kerjasama dalam membuka kelas industri mendapatkan kesempatan
pertama untuk merekrut lulusan sesuai dengan kompetensi yang diperlukan oleh
dunia industri.
Kedelapan;
regulasi. Ada regulasi yang mengatur dan mengikat semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan
kelas industri.
Pengembangan kelas industri ini sekaligus dapat menjawab strategi dan
tantangan dalam pengembangan sekolah vokasi. Oleh sebab itu program ini harus
melibatkan banyak pemangku kepentingan, mulai
orang tua, komite, dunia usaha, para praktisi, para guru dan kepala
sekolah, serta pemerintah kabupaten dan provinsi. (*)
Indria Mustika, S.Pd, M.Pd, Ketua Jurusan Tata BUsana SMKN 2 Jepara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar