Sabtu, 19 Januari 2013

perilaku kepemimpinan model path goal




 





















PERILAKU KEPEMIMPINAN MODEL PATH GOAL



BAB 1
PENDAHULUAN

Kehidupan ini sudah ada ketentuannya, meskipun demikian tidaklah boleh memasrahkan segala sesuatunya begitu saja. Tanpa berusaha dan tanpa memiliki harapan yang disertai dengan semangat serta motivasi untuk berkembang dan membuat gambaran untuk masa depan. Dengan harapan, kita akan memiliki semangat berjuang dalam kehidupan. Kadang kala kita memerlukan orang lain untuk membangkitkan motivasi dan semangat, karena hal itu belum muncul, sehingga kita mencari orang yang tepat untuk hal ini. Tokoh-tokoh yang dianggap karismatik dan sukses, didekati untuk memperoleh nasihat dan pencerahan. Sukses disini adalah dalam memimpin suatu kelompok atau masyarakat. Karismatik dapat diperoleh melalui istiqomah atau keajegan dari suatu aktifitas baik. Pemimpin tipe karismatik ini pada umumnya memiliki kewibawaan yang sangat besar terhadap pengikutnya. Kewibawaan memancar dari pribadinya,yang dibawanya sejak lahir. Pemimpin ini biasanya memiliki kekuatan supranatural, dari penampilannya memancarkan kewibawaan yang menyebabkan pengikutnya merasa tertarik dan kagum serta patuh. Contoh beberapa pemimpin karismatik diantaranya adalah Iskandar Zulkarnaen, J.F. Kennedy, Soekarno dan Gandhi. (Rivai.2012).
 Memimpin merupakan suatu kegiatan yang terus-menerus, mengelola sumber daya, mengelola perasaan anggota/karyawan, mengelola sikap dan kemampuan yang berbeda-beda. Oleh sebab itu kepemimpinan yang diterapkan harus disesuaikan dengan kondisi yang berbeda dan kadang berubah-ubah, karena jika ajeg/sama modelnya maka hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan.  Seorang pemimpin diharapkan mampu mempengaruhi semua aspek dalam organisasi.
Seorang pemimpin belum tentu seorang manajer. Pada uraian diatas adalah pemimpin kelompok. sedang yang akan kita bahas di makalah ini adalah pemimpin dalam manajemen. Berarti pemimpin yang manajer.  Kepemimpinan adalah subyek yang paling penting untuk manager, karena peran kritis yang dimainkan oleh pemimpin adalah efektifitas kelompok dalam organisasi. Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan aktifitas yang berkaitan dengan tugas, seperti;  menegakkan disiplin, melaksanakan tugas dengan benar, mengarahkan kelompok dan memberikan motivasi. Sedangkan manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Melihat  keadaan ini, dari berbagai teori kepemimpinan, yang paling tepat adalah teori kepemimpinan Situasional.
         Pada kesempatan ini penulis hendak membahas perilaku kepemimpinan dalam manajemen yang terdapat dalam kepemimpinan situasional dengan gaya Path Goal.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Arti Kepemimpinan

Pemimpin di suatu organisasi, memiliki posisi yang dominan dalam menentukan maju mundurnya suatu perusahaan/organisasi. Kinerja yang dihasilkan oleh suatu perusahaan/organiasi gambaran  kepemilikan hasil yang diberikan oleh pemimpin yang mengelola perusahaan/organisasi tersebut.dan stakeholders terbiasa menjadikan kinerja sebagai salah satu ukuran dalam mendukung pengambilan keputusan. Seorang pemimpin yang baik adalah yang mampu mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki dan mampu memberikan keuntungan serta kepuasan kepada stakeholders.  Seorang pemimpin harus memahami tentang kepemimpinan.
       Kepemimpinan berasal dari kata pimpin artinya tuntun, bimbing yang mendapatkan imbuhan ke-an yang artinya menjadi perihal memimpin, cara memimpin. Dalam Ensiklopedia Umum halaman 549, kepemimpinan diartikan sebagai hubungan yang erat antara seorang dan sekelompok manusia karena adanya kepentingan bersama, hal itu ditandai oleh tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari manusia yang satu itu yang disebut pemimpin atau yang memimpin.
       Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Thoha, 1083:123), menurut Robbins (2002:163) Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Menurut Ngalim Purwanto (1991: 26) Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan  dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya  kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.
       Kepemimpinan adalah sebagai kemampuan seseorang atau pemimpin untuk mempengaruhi perilaku orang lain menuju keinginan-keinginannya dalam suatu keadaan tertentu atau dengan kalimat lain bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu. Dalam (Irfan.2012), kepemimpinan merupakan ilmu yang mengkaji secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan, mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang direncanakan.
Apa yang diharapkan seorang pemimpin/manajer dari orang-orang bawahannya dan cara ia memperlakukan mereka, sangat menentukan pekerjaan mereka serta kemajuan kariernya. Seorang manajer diharapkan mampu menciptakan harapan-harapan besar mengenai pekerjaan yang dipenuhi orang-orang bawahan. Pemimpin yang kurang semangat/giat akan gagal untuk terus mengembangkan harapan-harapan anggota organisasi tersebut sebagai akibatnya produktifitas bawahannya akan terganggu.
Dalam mengembangkan dan memajukan suatu orgnisasi manajer dengan pengaruh kepemimpinan yang dimilikinya berkewajiban untuk memahami perilaku setiap karyawan yang berada di lingkungan kerjanya. Karena itu dalam mewujudkan suatu perilaku yang diinginkan oleh konsep manajemen maka seorang manajer mengharuskan untuk mempergunakan kekuatannya. Kekuatan legitimasi, penghargaan, dan koesif adalah bentuk dari kekuatan jabatan yang digunakan manajer untuk mengubah perilaku karyawan.
Ketiga kekuatan tersebut dijelaskan oleh Richard (2003),berikut;
1.      Kekuatan legitimasi (legitimate power), kekuatan yang berasal dari posisi manajemen formal dalam sebuah organisasi dan otoritas yang diberikan padanya.
2.      Kekuatan penghargan (reward power), berasal dari otoritas untuk memberi penghargaan kepada orang lain.
3.      Kekuatan koesif (coercive power), kebalikan kekuatan penghargaan adalah kekuatan koesif, ini mengacu pada otoritas untuk menghukum atau merekomendasikan hukuman.
Dengan ketiga bentuk kekuatan tersterebut diatas maka pihak manajer berusaha untuk mengelola berbagai perilaku karyawan agar tercapai ketaatan dalam bekerja. Ketaatan berarti bahwa pekerja akan mengindahkan perintah dan melaksanakan instruksi, sekalipun secara pribadi mereka tidak setuju dan tidak antusias. Karena yang harus dihindari oleh pihak manajer adalah para karyawan melakukan penghindaran pekerjan dengan alasan-alasan yang tidak jelas atau sesuatu yang tidak bisa diterima oleh logika konsep pekerjaan. Ini disebut resistensi, yang berarti bahwa pekerja akan secara sengaja berusaha untuk menghindari pelaksanaan instruksi atau akan mencoba untuk tidak mengindahkan perintah.
            Seorang pimpinan dalam mengarahkan para karyawan dalam melaksanakan pekerjaan tidak hanya harus dilakukan atas dasar perintah dan sanksi yang akan diterima, namun seorang pemimpin juga harus mengedepankan sikap kewibawaan yang teraplikasi dalam bentuk personal power yang dimilikinya. Personal power atau kekuatan pribadi ini tidak lahir begitu saja, namun melalui proses yang panjang. Dalam arti tidak mungkin seorang pemimpin bisa bijaksana jika tidak merasakan apa yang sesungguhnya dialami oleh bawahannya. Banyak pendapat bahwa sebaiknya seorang pemimpin adalah yang berasal  dari bawah di perusahaan tersebut atau mereka memulai pekerjaan dari posisi bawah dan dalam proses yang panjang menjalani dengan penuh kesabarana  serta keyakinan hingga akhirnya sukses mendapatkan posisi yang diinginkan.
Bawahan mengkuti pemimpin karena rasa hormat, kekaguman, atau rasa sayang mereka atas sosok pemimpin secara pribadi atau ide-ide pemimpin. Pemimpin lebih dihormati dan dikagumi karena kepemilikan karakter, bukan karena jabatan.
            Seorang pemimpin mempengaruhi para bawahannya berdasarkan;
  1. Coersive power (kekuasaan berdasarkan paksaan), kekuatan ini berdasarkan atas rasa takut dan berlandakan perkiraan pihak bawahan bahwa ia akan dikenakan hukuman bila tidak menyetujui tindakan-tindakan dan keyakinan atasan.
  2. Reward power (kekuatan untuk memberikan kekuatan), pemimpin dapat memberikan penghargaan kepada bawahan, jika melakukan tindnan akan yang sesuai keinginan atasan.
  3. Legitimate power (kekuatan yang sah),kekuatan ini timbul dari posisi supervisor di dalam organisasi bersangkutan.
  4. Expert power (kekuatan karena keahlian), kekuatan ini timbul karena seseorang individu memiliki ketrampilan tertentu, pengetahuan atau menerapkan keahiannya dalam bidang tertentu.
  5. Kekuatan referen, didasarkan atas identifikasi seorang pengikut dengan seorang pemimpin yang sangat dihormati dan terpandang oleh pengikut tersebut.
Kegagalan dalam menemukan konsep tentang kepemimpinan yang bersifat universal yang terfokus pada sifat dan perilaku seorang pemimpin, melahirkan pendekatan baru dalam kepemimpinan. Keyakinan dasar dari pendekatan perilaku kontigensi adalah perilaku pemimpin yang efektif pada situasi tertentu belum tentu efektif dalam situasi yang lainnya. Artinya keefektifan seorang pemimpin tergantung (kontigen) pada situasi organisasi dan bukan sebaliknya bahwa perilaku yang efektif pada satu situasi akan efektif juga pada situasi lainnya. Pendekatan kontigensi ini menegaskan bahwa sesuatu hal tergantung pada hal lainnya sehingga untuk menjadi pemimpin yang efektif harus ada kecocokan antara perilaku pemimpin dan gaya pemimpin pada kondisi dan situasi di dalam organisasi. Gaya kepemimpinan yang efektif  pada situasi tertentu mungkin tidak  akan  efektif pada situasi yang lain sehingga pendekatan kontigensi ini menekankan ketergantungan sesuatu hal dengan sesuatu hal lainnya.
Adapun yang termasuk dalam jenis kepemimpinan kontigensi situasional ini adalah;
1.      Model Kontingensi Fiedler,
2.      Model Partisipasi Pemimpin Vroom-Jago
3.      Model Kepemimpinan Jalur-Tujuan (Path-Goal Theory)
4.      Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard
Dalam makalah ini penulis memilih untuk membahas model kepemimpinan Path Goal dengan perilaku kepemimpinan dalam menejemen yang dapat diterapkan sesuai kondisi di Indonesia.

B.     Penjelasan mengenai model Kepemimpinan Jalur Tujuan/Path Goal Theory
       Kepemimpinan pada model Jalur Tujuan ini menerangkan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi motivasi dan prestasi kerja bawahannya, dalam situasi kerja yang berbeda-beda. Teori ini memusatkan perhatian pada cara pemimpin mempengaruhi prestasi kerja bawahan tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalan meraih tujuan.
Dasar dari teori ini adalah teori motivasi harapan (expectancy theory) yang menyatakan bahwa motivasi seseorang tergantung pada harapan akan imbalan dan valensi atau daya tarik imbalan tersebut.
Penekanan disini adalah kemampuan pemimpin untuk memberikan imbalan dan menjelaskan apa yang harus dikerjakan oleh bawahan untuk memperoleh imbalan itu.
Pokok-pokok penting dalam teori Path Goal adalah;
1.      Pemimpin memenuhi kebutuhan bawahan yang berkenaan dengan efektivitas pekerjaan
2.      Pemimpin memberikan latihan, bimbingan dan dukungan yang dibutuhkan oleh bawahannya
Menurut Safaria (2012), teori ini menekankan tanggung jawab pemimpin untuk meningkatkan motivasi karyawan agar tujuan personal dan organisasi tercapai.
Path Goal berusaha meramalkan efektifitas kepemimpinan dalam berbagai situasi, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positiv, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Diberi nama Path Goal karena memfokuskan pada bagaimana pemimpin mempungaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri dan jalan untuk menghadapi tujuan.
Teori pengharapan (expentanci theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (Path Goal) dengan valensi dari hasil (Goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Pemimpin yang efektif yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Teori path Goal menekankan tanggung jawab pemimpin untuk meningkatkan motivasi bawahan dengan cara
Teori Path Goal, menganjurkan pemimpin terdiri dari 2 fungsi dasar:
1.      Memberi kejelasan alur.
Seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan dalam menyelesaikan tugasnya
2.      Meningkatkan jumlah hasil (reward)
Bawahannya memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka
Dalam membentuk fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan.
Empat gaya kepemimpinan yang di jelaskan dalam Path Goal
1.      Kepemimpinan pengarah (directive leadership). Digambarkan sebagai pemimpin yang menunjukkan dominasi  dalam mengarahkan, mengawasi, dan mengatur bawahan secara ketat seperti apa yang harus bawahan kerjakan, bagaimana caranya, kapan, dimana, dan sebagainya. Perilaku pemimpin lebih banyak membuat perencanaan, jadwal kerja, menetapkan tujuan kinerja, dan standart perilaku bawahan, serta menekankan pada pemenuhan terhadap aturan dan peraturan yang ada di dalam organisasi.
2.      Kepemimpinan pendukung (supportive leadership). Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi. Sebagai usaha untuk mengembangkan  hubungan interpersonal yang menyenangkan diantara kelompok. Kepemimpinan model ini memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka mengalami frustasi dan kekecewaan. Kepemimpinan suportif ini mempunyai kesamaan dengan gaya pemimpin yang berorientasi pada orang atau hubungan.
3.      Kepemimpinan partisipatif (partisipative leadership). Pemimpin model ini tidak segan-segan berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran serta ide-ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan.  Perilaku pemimpin yang muncul termasuk menanyakan opini dan saran dari bawahan, mendorong partisipasi dalam membuat keputusan dan banyak berdiskusi dengan bawahan, hal ini dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan. Kepemimpinan ini mempunyai kesamaan dengan gaya kepemimpinan partisipatif pada teori kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard.
4.      Kepemimpinan berorientasi prestasi ( achievement oriented leadership). Gaya ini seorang pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi seoptimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut. Perilaku pemimpin jenis ini termasuk menekankan kinerja berkualitas tingi dan peningkatan kinerja di masa depan. Pemimpin jenis ini percaya pada bawahannya dan memberikan bimbingan kepada mereka untuk mencapai tujuan tertingi.
 Oleh Keempat gaya di atas merupakan tipe-tipe perilaku yang dapat diamati secara objektif dan dapt diadopsi oleh pemimpin. Selain empat gaya pemimpin teori Path Goal juga menjelaskan dua kontigensi situasional yang akan mempengaruhi pemimpin yaitu;
  1. Karakteristik dari bawahan
Karakter pribadi dari bawahan pada teori ini sama dengan tingkat kesiapan dan kematangan bawahan atau kelompok. Karakteristik tersebut mencakup apakah bawahan memiliki kemampuan, keahlian, ketrampilan, keyakinan dirindan motivasi tinggi. Jika rendah maka pemimpin melakukan pelatihan, pengarahan secara langsung dan pemberian hadiah untuk bawahan.
Karakteristik pribadi dari bawahan sama dengan tingkat kesiapan dan kematangan bawahan. Hal ini menyangkut dengan tingkat kemampuan;
·         R1 yaitu tidak mampu dan tidak bersedi atau tidak yakin
·         R2 yaitu tidak mampu tapi bersedia atau yakin
·         R3 yaitu mampu tapi tidak bersedia atau tidak yakin
·         R4 yaitu mampu dan bersedia atau yakin
  1. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja mencakup tingkat struktur tugas, sistem wewenang formal yang ada dan kelompok kerja. Tingkat struktur tugas mencakup apakah tugas mempunyai definisi, deskripsi pekerjaan, dan prosedur kerja yang jelas. Sistem wewenang formal mencakup jumlah kekuasaan yang digunakan pemimpin sertaapakah kebijakan dan aturan membatasi perilaku bawahan. Karakteristik kelompok kerja mencakup tingkat pendidikan bawahan dan kualitas hubungan diantara bawahan. Karakteristik kelompok kerja mencakup tingkat pendidikan bawahan dan kualitas hubungan diantara bawahan.
Jika situasi yang dihadapi pemimpin adalah ketidak mampuan bawahan atas hadiah yang diberikan oleh atasan, maka pemimpin harus mengadopsi gaya kepemimpinan partisipatif. Dengan gaya ini pemimpin mendengarkan dan mengajak bawahannya untuk menentukan  jenis hadiah seperti apa yang diinginkan. Apakah hadiah yang bersifat intrinsik seperti tantangan kerja, atau hadiah ekstrinsik seperti pemberian bonus, promosi, atau tunjangan kesejahteran.
            Penerapan teori Path Goal ini bagi seorang pemimpin adalah dengan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut;
  1. Pemimpin harus memahami apa yang diinginkan bawahannya dan berusaha untuk merangsang bawahan mencapai kebutuhan tersebut, melalui regard yang disediakan pemimpin.
  2. Pemimpin meningkatkan hadiah bagi bawahannya ketika berhasil mencapai tujuan kerjanya.
  3. Pemimpin harus berusaha sekeras mungkin untuk menyediakan jalur yang mudah bagi bawahan untuk mencapai tujuan kinerjanya dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang maksimal.
  4. Menolong bawahan mengklarifikasikan harapan-harapannya. Hal ini dilakukan  agar tidak memiliki harapan yang terlalu tinggi sehinga tidak mungkin dicapainya.
  5. Pemimpin harus berusaha untuk mengurangi hambatan yang menimbulkan frustasi bagi proses tujuan kinrja bawahan.
  6. Pemimpin harus berusaha untuk meningkatkan kesempatan bawahan merasakan kepuasan pribadi melalui pencapaian kinerja yang efektif (Luthans.1995).
Jika keenam prinsip diatas  bisa dipenuhi oleh pemimpin  dapat dipastikan bahwa bawahan akan lebih mudah mencapai tujuan kinerja secara efektif.
Dengan menggunkan gaya kepemimpinan tersebut, pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan/bawahannya dan mampu memberikan motivasi, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
       Model kepemimpinan jalur tujuan menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan, mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model ini di populerkan oleh Robert Hause yang berusaha yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.Teori ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja para bawahan.
       Menurut teori ini ada dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah:
1.      Karakteristik pribadi para bawahan,  diantaranya;
-          Letak kendali (locus of control), keyakinan individu bahwa reward/hasil yang diperoleh adalah hasil usaha sendiri  (kendali internal), yang paling tepat adalah model kepemimpinan participate. Letak kendali eksternal adalah bila mana hasil kerja tersebut berasal dari pemimpin yang telah memberikan pengarahan dan petunjuk-petunjuk sehingga memcapai hasil kerja yang optimal.
-          Kesediaan untuk menerima pengaruh (authoritarisme), kesediaan untuk menerima pengaruh dari orang lain
-          Kemampuan (abilities), kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi hasil kerja.
2.      Lingkungan internal organisasi ada beberapa yang perlu diketahui yaitu
-          Struktur tugas, struktur kerja yang tinggi akan mengurangi peran pemimpin, model kepemimpinan pada lingkungan kerja ini adalah model kepemimpinan directive, dimana pemimpin  memberitahu apa yang diharapkan dan memberi bimbingan pada bawahan
-          Wewenang formal, wewenang formal yang tinggi akan membagi habis tugas, maka kepemimpinan yang tepat pada kondisi ini adalah kepemimpinan jenis directive
-          Kelompok kerja, kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan jenis yang tepat adalah kepemimpinan jenis supportive, karena bawahan sudah memahami tugas pokok fungsinya, pemimpin hanya memberikan dorongan untuk mencapai tujuan dengan sempurna.

 Teori ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan.
  Cara seorang pemimpin mempengaruhi bawahan sebagai berikut;
·         Memperjelas jalan sehingga bawahan tahu jalan mana yang harus dilalui/pergi
·         Menghapus hambatan yang menghadangi jalan
·         Menghapus hambatan yang menghentikan mereka pergi kesana/tujuan
·         Meningkatkan penghargaan disepanjang rute
Dalam penerapan teori ini ada sisi kelemahannya yaitu terletak pada ketidakmampuannya dalam meramalkan partisipasi kerja bawahan karena dapat dikatakan bahwa peningkatan kepuasan tidak selalu dapat diidentikkan dengan peningkatan prestasi kerja. Teori ini belum mempunyai makna operasional yang memadai, perlu pengembangan lebih lanjut.















BAB III
PENUTUP
       Pada teori kepemimpinan Jalur Tujuan ini menerangkan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi motivasi dan prestasi kerja bawahannya, dalam situasi kerja yang berbeda-beda. Teori ini memusatkan perhatian pada cara pemimpin mempengaruhi prestasi kerja bawahan tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri, dan jalan meraih tujuan. Teori Path Goal, menganjurkan pemimpin memiliki  dua fungsi dasar yaitu memberi kejelasan alur dan meningkatkan jumlah hasil (reward).
Teori ini menekankan tanggung jawab pemimpin untuk meningkatkan motivasi karyawan agar tujuan personal dan organisasional tercapai. Pemimpin meningkatkan motivasi bawahan dengan cara menunjukkan jalan menuju hadiah yang tersedia atau meningkatkan reward yang diinginkan atau diharapkan oleh bawahan. Tugas pemimpin disini adalah bagaimana bawahan bisa mendapatkan hadiah atas kerjanya, dan bagaimana seorang pemimpin menjelaskan dan mempermudah jalan menuju hadiah. Teori ini pemimpin mengubah perilakunya untuk bisa sesuai dengan situasi. Lembaga  pendidikan pada saat ini tepat menggunakan teori kepemimpinan Jalur Tujuan, karena memunculkan motivasi kerja yang maksimal dari personil lembaga. Dengan memberikan reward maka semangat kerja akan tinggi dan hal ini berdampak pada kinerja lembaga akan semakin mudah jalan menuju kesuksesan tujuan lembaga.








DAFTAR PUSTAKA

Amirullah. 2004. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Fahmi, Irham. 2012. Manajemen Kepemimpinan. Bandung: Alfabeta.
Fred Luhans. 1995. Organizational Behavior. 7-ed. Mc.Graw-Hill International.
Hikmat. 2011. Manajemen Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Rivai. Veithzal. 2012. Education Management Analisis dan Praktik. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada.
Safaria,Triantoro. Kepemimpinan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sashkin dkk. 2011. Prinsip-prinsip Kepemimpinan. Jakarta: Erlangga.
Terry. 2012. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.



PERISTILAHAN dalam tata busana;

 PERISTILAHAN dalam tata busana;
Accessories : Pelengkap busana, seperti tas, sepatu, topi, perhiasan dan
sebagainya.
Bolero : Jas yang panjangnya sampai pinggang atau di atas pinggang
tanpa penutup.
Dimensi : Bidang yang beruang.
Drape : Lepas menggantung.
Gradasi Warna: Gelap terangnya warna.
One Peace : Busana satu bagian (gaun).
Peter Pan : Kerah rebah yang bentuknya bulat.
Sillhoutes : Garis luar busana.
Tank Top : Busana yang menggunakan garis leher bulat dan tanpa
lengan.
Three Peace : Busana tiga bagian.
Two Peace : Busana dua bagian

Minggu, 06 Januari 2013

konstruktivisme


Dewasa ini semakin berkembang pandangan bahwa konstruktivisme merupakan pendekatan yang cukup potensial untuk mengembangkan kreatifitas dan discovery melalui pembelajaran yang bermakna.
A.   Pengertian  
Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi/bentukan sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi atau tiruan dari kenyataan, pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang. Pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman sejauh yang dialami. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus setiap kali terjadi rekonstruksi karena adanya suatu pemahaman yang baru.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Dalam teori ini, penekanan diberikan kepada siswa lebih dari pada guru. Hal ini karena siswalah yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Mc Brien & Brandt (dalam Isjoni,2007) menyebutkan konstruktivisme adalah satu pendekatan pengajaran berdasarkan pada penyidikan tentang bagaimana manusia belajar.
Tobin dan Timmons dalam Sadia, (1996) menegaskan bahwa pembelajaran yang berlandaskan pandangan konstruktivisme harus memperhatikan empat hal yaitu;
 (1) berkaitan dengan awal pengetahuan awal siswa (prior knowledge),
 (2) belajar melalui pengalaman (experiences),
(3) melibatkan interaksi sosial (social interaction),
 (4) kepemahaman (sense making).
Kebanyakan akhli berpendapat setiap individu membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan dari orang lain. Pengetahuan ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui,pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain disini adalah siswa. Jadi siswa sendirilah yang harus mengerti apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka atau konstruksi yang telah mereka bangun atau miliki sebelumnya. Tanpa pengalaman seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengetahuan dibentuk oleh struktur  penerimaan konsep seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. Pengetahuan bukanlah hal yang statis dan deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Pengetahuan bukanlah barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Maka seorang guru yang hendak mentranfer konsep, ide dan pengertiannya kepada peserta didik, pemindahan itu harus diinterpretasikan, ditransformasikan dan dikonstruksikan oleh siswa melalui pengalamannya. Seringkali peserta didik salah menangkap apa yang diajarkan guru (miskonsepsi) menunjukan bahwa pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan melainkan harus diinterpretasikan, ditransformasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri.
Teori ini berkembang dari teori Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori kognitif yang lain seperti teori Bruner, Slavin dalam Trianto,(2007).
Dari urain di atas dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme adalah;
  • merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi dari kenyataan, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada.
  • pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang (mahasiswa). Mahasiswa membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.
  • pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia yang dialaminya
  • proses pembentukan ini berjalan terus menerus, dan setiap kali terjadi reorganisasi atau rekonstruksi karena adanya pengalaman baru.
Pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme adalah : “ Pembelajaran dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pembelajaran bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pembelajaran itu dan membentuk makna melalui pengalaman nyata.
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri serta lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
a.     Konsep-konsep pandangan konstruktivisme terhadap peserta didik
· Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya
· Pembelajaran membantu peserta didik berpikir secara benar dan tepat dengan membiarkannya berpikir terlebih dahulu
· Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan siswa ( Mind as inner individual representation)
· Siswa mengkonstruksi sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap individu akan memiliki, skema kognitif, kategori, kosep, dan struktur yang berbeda. Dalam hal ini proses abstraksi dan refleksi seseorang akan sangat berpengaruh dalam konstruksi pengetahuan (Reflection / Abstraction as primary)
· Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep masing-masing individu siswa. Struktur konsep dapat membentuk pengetahuan, apabila konsep yang baru diterima itu dapat dikaitkan atau dihubungkan (proposisi) dengan pengalaman yang telah dimiliki siswa. Dengan demikian maka pengetahuan adalah apa yang ada dalam pikiran setiap siswa (Knowledge as residing in the mind).
· Dalam proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaannya itu merupakan interpretasi individual siswa terhadap pengalaman yang telah dialaminya (Meaning as internally constructed).
· Perampatan (penyamarataan) makna merupakan proses negosiasi di dalam individu siswa dengan pengalamannya melalui interaksi dalam proses belajar mengajar (menjadi tahu) (Learning and teaching as negotiated construction of meaning).
b.     Peran guru dalam pembelajaran berasarkan konstruktivisme;
a.       Menyiapkan pengalaman belajar yang tepat
b.      Memberikan kegiatan yang memotivasi keingin-tahuan peserta didik.
c.       Menyediakan sarana yang merangsang peserta didik untuk berpikir secara produktif
d.      Memonitor dan mengevaluasi proses dan melihat hasil belajar peserta didik
e.       Memberi umpan balik atas bukti kegiatan
f.       Tujuan dan apa yang akan dilakukan di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga peserta didik merasa terlibat
g.       Memahami pengalaman belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan peserta didik
Tugas guru ialah membantu peserta didik agar mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret. Selain penguasaan yang luas dan mendalam, seorang guru dituntut untuk menguasai beragam strategi pembelajaran sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi peserta didik. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu strategi pembelajaran yang cocok untuk semua situasi, waktu, dan tempat. Strategi yang disusun guru hanyalah suatu alternatif, bukan menu yang sudah jadi. Pembelajaran adalah suatu seni yang menuntut bukan hanya penguasaan teknik, melainkan juga intuisi dari setiap guru.
 Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student center). Guru dituntut untuk menciptakan suasana belajar sedemikian rupa, sehingga peserta didik bekerja sama secara gotong royong (cooperative learning).
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan pengalaman. Dalam teori ini, penekanan diberikan kepada siswa lebih dari pada guru. Hal ini karena siswalah yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Mc Brien & Brandt (dalam Isjoni,2007) menyebutkan konstruktivisme adalah satu pendekatan pengajaran berdasarkan pada penyidikan tentang bagaimana manusia belajar.
Tobin dan Timmons dalam Remsey, (1996) menegaskan bahwa pembelajaran yang berlandaskan pandangan konstruktivisme harus memperhatikan empat hal yaitu (1) berkaitan dengan awal pengetahuan awal siswa (prior knowledge), (2) belajar melalui pengalaman (experiences), (3) melibatkan interaksi sosial (social interaction), (4) kepemahaman (sense making).
Peran peserta didik disini adalah sangat dominan, karena peserta didik yang aktif dalam merekonstruksi pengalaman-pengalaman yang dialaminya dengan bantuan guru dalam memberikan stimulus, motivasi, spirit, arahan dan usaha menstranfer pengetahuan yang dimiliki dengan berbagai metode yang tepat sesuai dengan perkembangan peserta didik yang dihadapi.
Kegiatan belajar adalah kegiatan aktif peserta didik untuk menemukan sesuatu dan membangun sendiri pengetahuannya, bukan proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Peserta didik bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Mereka membuat penalaran atas apa yang telah dipelajari dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah diketahuinya, serta menyelesaikan ketidaksamaan antara yang telah diketahui dengan apa yang diperlukan dalam pengalaman baru. Belajar merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda. Belajar yang bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan dan dalam prosesnya tingkat pemikiran selalu diperbaharui sehingga menjadi semakin lengkap. Setiap peserta didik mempunyai caranya sendiri untuk mengkonstruksikan pengetahuannya, yang terkadang sangat berbeda dengan temannya. Jadi sangat penting bagi pendidik untuk menciptakan berbagai variasi situasi dan metode belajar, karena tidak cukup dengan satu model saja.
Dinamika pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivisme
Driver dan Oldham dalam suparno (1997) menyatakan beberapa ciri mengajar kontruktivis, sebagai berikut :
  1. Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
  2. Elicitasi, murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan, dalam wujud tulisan, gambar, ataupun poster.
  3. Restrukrisasi ide. Dalam hal ini ada 3 hal yaitu; (1) klasifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain/ teman lewat diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide-ide lain, seseorang dapat terangsang untuk mengkonstruksi gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok ; (2) membangun ide baru, ini terjadi bila dlam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan teman.;(3) mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen, kalau dimungkinkan ada baiknya gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan percobaan atau persoalan yang baru.
  4. Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan dalam banyak situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap, bahkan lebih rinci dengan segala pengecualiannya.
  5. Review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasannya entah dengan menambah sesuatu, atau mengubahnya menjadi lebih lengkap.
Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif peserta didik mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fsik, dll. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki peserta didik sehingga pengetahuannya berkembang. Proses tersebut bercirikan :
  1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh peserta didik dari apa yang dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki.
  2. Konstruksi artinya merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, peserta didik akan selalu mengadakan rekonstruksi.
  3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru. Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
  4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
  5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan lingkungannya.
  6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui peserta didik, yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

c.      Analisa kelebihan dan kelemahan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran di Indonesia
Kelebihan pengajaran konstruktivisme,
·         Guru merupakan penolong dan perancang.
Guru hanya berperanan
menyampaikan teori pengajaran dan menghubungkait dengan pengalaman murid untuk pemahaman. Guru memilih idea yang terdekat dengan prinsip yang hendak diajar kepada murid. Ini bermakna, pelajar memainkan peranan utama dalam aktiviti pembelajaran. Mereka melibatkan diri secara langsung dengan penyelesaian masalah yang dilaksanakan dalam kelas.
·         Dalam teori ini nilai koperatif dan kolaboratif diterapkan di dalam diri peserta didik.
Mereka diminta bekerjasama dalam kelompok untuk memberikan hipotesis mereka sendiri berkaitan dengan sesuatu topik pelajaran yang dipelajari (boleh menentukan miskonsepsi). Konsep ini adalah sangat bagus kerana memotivasikan peserta didik, dan membimbing peserta didik,  melibatkan secara aktif dalam aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Selain itu, teori konstruktivisme ini juga tidak menggunakan kaedah atau teknik tradisional seperti, syarahan, menghafal dan mengingat. Murid mendapat ilmu pengetahuan berdasarkan pengalaman yang dibina di dalam pikiran mereka bukannya yang wujud luar dari pikiran mereka. Aktivitas yang dilaksanakan dan alat bantu mengajar yang menarik  juga akan membuatkan murid mudah faham dan berasa lebih tertarik ketika proses pengajaran dan pembelajaran.
·         Teori ini peningkatan penguasaan teknik lisan dan bukan lisan dalam diri murid-murid.
Dalam teori ini, guru hanya menyampaikan teori dan peserta didik akan mengadaptasinya sendiri berdasarkan pengalaman sendiri. Aktivitas dalam kelas memperkuat pemahaman peserta didik. Hal ini bermakna, guru dan peserta didik menggunakan prinsip timbal balik, di mana penggunaan serta penguasaan teknik lisan dan bukan lisan diaplikasikan.
Selain  kelebihan,  teori pengajaran konstruktivisme  mempunyai kelemahannya atau Weakness yang tersendiri.
Kelemahannya adalah;
·           Menjadi penghambat pemahaman konsep dalam pembelajaran kerana tidak sesuai dengan pengetahuan.
Oleh yang demikian ia menimbulkan kesusahan kepada murid untuk mengasimilasikan dan menyusun idea saintifik baru.
·           Ketidakmampuan murid untuk merancang strategi, berfikir dan menilai sendiri teori pengajaran berdasarkan pengalaman sendiri.
Tidak semua murid mempunyai pengalaman yang sama atau menepati apa yang akan diajar oleh guru. Masalah ini, kadang kala menyebabkan aktivitas pengajaran dan pembelajaran menjadi tidak berkesan. Guru sadar bahawa ide-ide yang ada perlu disesuaikan, dikembangkan atau diganti dengan idea yang lebih diterima oleh murid. Masalah inilah yang kadang-kadang tidak difahami oleh murid.

Cara mengatasi kekurangan dalam teori konsruktivis yaitu melalui peranan murid dan guru. Murid perlu mengambil insiatif mengemukakan permasalahan-permasalahan dan isu-isu kemudian secara individu murid akan menbuat analisis dan menjawab permasalahan-permasalahan itu. Mereka perlu bertanggungjawab terhadap pembelajaran mereka sendiri dan berusaha untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, murid harus selalu konsultasi dengan guru dan antar teman. Diskusi akan membantu murid mengubah atau memantapkan idea-idea mereka. Jika murid itu berpeluang mengemukakan pendapat mereka dan mendengar idea orang lain,murid tersebut dapat membina proses pengetahuan yang mereka ketahui. Di samping itu, murid perlu menjabarkan hipotesis yang telah dibuat dan diadakan diskusi untuk membuat kesimpulan. Murid diberi banyak kesempatan untuk menguji hipotesis mereka terutamanya melalui diskusi. Peranan guru sebagai tempat menggalakkan murid menerangkan idea mereka serta menghargai pandangan mereka. Guru perlu bertindak menstruktur pelajaran untuk mencabar persepsi murid. Pendidik perlu membantu murid menyadari kerelevanan kurikulum kepada kehidupan mereka melalui mentafsir pembelajaran melalui aktivitas harian dikelas, bukan hanya dalam bentuk ujian bertulis. Guru perlu juga menggalakkan murid membuat tugas dalam bentuk penyelesaian, menganalisis, memprediksi dan membuat hipotesis serta menggalakkan murid menerangkan lebih lanjut jawaban mereka disamping menggalakkan penemuan oleh murid melalui pertanyaan. Akhir sekali, guru perlu memberi waktu yang secukupnya kepada murid untuk menghubungkan antara idea-idea yang telah dikemukakan pembelajaran koperatif dalam mengerjakan tugas tertentu. Teori ini menjadi  guru merasakan mereka tidak mengajar. Ini kerana pembelajaran konstruktivis menekankan pembelajaran berpusatkan  murid aktif dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Selain itu, pembelajaran secara konstruktivisme dianggap tidak realistik. Ini kerana kurikulum yang dibina melibatkan peranan murid dan guru saling memberikan argumentasi dalam sesi pengajaran dan pembelajaran. Guru juga merasakan penjelasan mereka tidak penting lagi. Oleh itu, guru hanya bertindak sebagai agen pemerhati yang hanya akan membantu apabila murid memerlukan dukungan bantuan dalam membina konsep-konsep baru. Di samping itu, bimbingan kelas agak merosot. Hal ini karena semua murid bergerak secara aktif dalam membina pengetahuan mereka sendiri. Pergerakan murid menyebabkan suasana kelas dalam kondisi tidak terkawal. Seterusnya, guru yang merubah cara pengajaran kepada pendekatan konstruktivisme memerlukan dukungan profesionalisme dari pihak sekolah.





Daftar pustaka
Aunurrohman. 2009. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple di Indonesia. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Muijs, Daniel, dan Reynolds David. (2008). Effective Teaching, Teori dan Praktek (terjemahan).
Salim, (2007). Indonesia Belajarlah! Membangun Pendidikan Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Unnes Tiara Wacana.
Zainal, (2012). Makalah Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Unnes.
Pannen, P. dkk. (2005) Konstruktivisme dalam Pembelajaran, PAU-PPAI-UT, DirJenDikti, DepDikNas.
Shank, P. (Undated). Constructivist theory and internet based instruction. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/shank.html
Smorgansbord, A., (Undated). Constructivism and instructional design. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/smorgan/cons.html