Dewasa ini semakin berkembang pandangan bahwa
konstruktivisme merupakan pendekatan yang cukup potensial untuk mengembangkan
kreatifitas dan discovery melalui pembelajaran yang bermakna.
A.
Pengertian
Konstruktivisme
adalah aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan
hasil dari konstruksi/bentukan sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi atau
tiruan dari kenyataan, pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang
ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dari
kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang. Pengetahuan
bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan
manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman sejauh yang dialami. Proses
pembentukan ini berjalan terus menerus setiap kali terjadi rekonstruksi karena
adanya suatu pemahaman yang baru.
Konstruktivisme
adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif
siswa berdasarkan pengalaman. Dalam teori ini, penekanan diberikan kepada siswa
lebih dari pada guru. Hal ini karena siswalah yang berinteraksi dengan bahan
dan peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Mc
Brien & Brandt (dalam Isjoni,2007) menyebutkan konstruktivisme adalah satu
pendekatan pengajaran berdasarkan pada penyidikan tentang bagaimana manusia
belajar.
Tobin dan Timmons dalam Sadia, (1996) menegaskan bahwa pembelajaran yang berlandaskan pandangan konstruktivisme harus memperhatikan empat hal yaitu;
Tobin dan Timmons dalam Sadia, (1996) menegaskan bahwa pembelajaran yang berlandaskan pandangan konstruktivisme harus memperhatikan empat hal yaitu;
(1) berkaitan dengan awal pengetahuan awal
siswa (prior knowledge),
(2) belajar melalui pengalaman (experiences),
(3)
melibatkan interaksi sosial (social interaction),
(4) kepemahaman (sense making).
Kebanyakan
akhli berpendapat setiap individu membina pengetahuan dan bukannya hanya
menerima pengetahuan dari orang lain. Pengetahuan ada dalam diri seseorang yang
sedang mengetahui,pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak
seseorang ke kepala orang lain disini adalah siswa. Jadi siswa sendirilah yang
harus mengerti apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap
pengalaman-pengalaman mereka atau konstruksi yang telah mereka bangun atau
miliki sebelumnya. Tanpa pengalaman seseorang tidak dapat membentuk
pengetahuan. Pengetahuan dibentuk oleh struktur penerimaan konsep seseorang sewaktu
berinteraksi dengan lingkungannya. Pengetahuan bukanlah hal yang statis dan
deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Pengetahuan bukanlah barang
yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang
belum mempunyai pengetahuan. Maka seorang guru yang hendak mentranfer konsep,
ide dan pengertiannya kepada peserta didik, pemindahan itu harus
diinterpretasikan, ditransformasikan dan dikonstruksikan oleh siswa melalui
pengalamannya. Seringkali peserta didik salah menangkap apa yang diajarkan guru
(miskonsepsi) menunjukan bahwa pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan
melainkan harus diinterpretasikan, ditransformasikan dan dikonstruksikan oleh
siswa sendiri.
Teori ini
berkembang dari teori Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan
teori kognitif yang lain seperti teori Bruner, Slavin dalam Trianto,(2007).
Dari
urain di atas dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme adalah;
- merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi dari kenyataan, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada.
- pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang (mahasiswa). Mahasiswa membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.
- pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia yang dialaminya
- proses pembentukan ini berjalan terus menerus, dan setiap kali terjadi reorganisasi atau rekonstruksi karena adanya pengalaman baru.
Pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme adalah : “ Pembelajaran
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pembelajaran
bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Manusia harus mengkonstruksi pembelajaran itu dan membentuk makna
melalui pengalaman nyata.
Adapun
tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
Adanya
motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya. Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap. Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri serta lebih menekankan pada
proses belajar bagaimana belajar itu.
a. Konsep-konsep
pandangan konstruktivisme terhadap peserta didik
· Pembelajaran
merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun
sendiri pengetahuannya
· Pembelajaran
membantu peserta didik
berpikir secara benar dan tepat dengan membiarkannya berpikir terlebih dahulu
·
Pengetahuan
bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi
kenyataan melalui kegiatan siswa
( Mind as inner individual
representation)
·
Siswa mengkonstruksi
sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam
membangun pengetahuan,
sehingga setiap individu akan memiliki, skema kognitif, kategori, kosep, dan
struktur yang berbeda. Dalam hal ini proses
abstraksi dan refleksi seseorang akan sangat berpengaruh dalam konstruksi
pengetahuan (Reflection / Abstraction as
primary)
·
Pengetahuan
dibentuk dalam struktur konsep masing-masing individu siswa. Struktur konsep
dapat membentuk pengetahuan, apabila konsep
yang baru diterima itu dapat dikaitkan atau dihubungkan (proposisi) dengan pengalaman
yang telah dimiliki siswa. Dengan demikian maka pengetahuan adalah apa yang
ada dalam pikiran setiap siswa (Knowledge
as residing in the mind).
·
Dalam
proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaannya
itu merupakan interpretasi individual siswa terhadap pengalaman yang telah
dialaminya (Meaning as internally
constructed).
·
Perampatan
(penyamarataan) makna merupakan proses negosiasi di dalam individu siswa dengan
pengalamannya melalui interaksi dalam proses belajar mengajar (menjadi tahu) (Learning and teaching as negotiated
construction of meaning).
b. Peran
guru dalam pembelajaran berasarkan
konstruktivisme;
a. Menyiapkan
pengalaman belajar yang tepat
b. Memberikan
kegiatan yang memotivasi keingin-tahuan peserta didik.
c. Menyediakan
sarana yang merangsang peserta
didik
untuk berpikir secara produktif
d. Memonitor
dan mengevaluasi proses dan melihat hasil belajar peserta didik
e. Memberi
umpan balik atas bukti kegiatan
f. Tujuan
dan apa yang akan dilakukan di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga
peserta didik merasa terlibat
g. Memahami pengalaman belajar yang lebih sesuai
dengan kebutuhan peserta didik
Tugas guru ialah membantu peserta didik agar mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai
dengan situasinya yang konkret. Selain penguasaan yang luas dan mendalam,
seorang guru dituntut untuk menguasai beragam strategi
pembelajaran sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi peserta
didik. Hal ini
disebabkan karena tidak ada satu strategi pembelajaran yang cocok untuk semua
situasi, waktu, dan tempat. Strategi yang disusun guru hanyalah suatu alternatif, bukan menu yang sudah
jadi. Pembelajaran adalah suatu seni yang menuntut bukan hanya penguasaan
teknik, melainkan juga intuisi dari setiap guru.
Implementasi pendekatan
konstruktivisme dalam pembelajaran diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik (student center). Guru dituntut untuk menciptakan
suasana belajar sedemikian rupa, sehingga peserta didik bekerja sama secara
gotong royong (cooperative learning).
Konstruktivisme adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik
berdasarkan pengalaman. Dalam teori ini, penekanan diberikan kepada siswa lebih
dari pada guru. Hal ini karena siswalah yang berinteraksi dengan bahan dan
peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Mc
Brien & Brandt (dalam Isjoni,2007) menyebutkan konstruktivisme adalah satu
pendekatan pengajaran berdasarkan pada penyidikan tentang bagaimana manusia
belajar.
Tobin dan Timmons dalam Remsey,
(1996) menegaskan bahwa pembelajaran yang berlandaskan pandangan
konstruktivisme harus memperhatikan empat hal yaitu (1) berkaitan dengan awal
pengetahuan awal siswa (prior knowledge), (2) belajar melalui pengalaman
(experiences), (3) melibatkan interaksi sosial (social interaction), (4)
kepemahaman (sense making).
Peran peserta didik disini
adalah sangat dominan, karena peserta didik yang aktif dalam merekonstruksi
pengalaman-pengalaman yang dialaminya dengan bantuan guru dalam memberikan
stimulus, motivasi, spirit, arahan dan usaha menstranfer pengetahuan yang
dimiliki dengan berbagai metode yang tepat sesuai dengan perkembangan peserta
didik yang dihadapi.
Kegiatan belajar adalah kegiatan
aktif peserta didik untuk menemukan sesuatu dan membangun sendiri
pengetahuannya, bukan proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Peserta didik
bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Mereka membuat penalaran atas apa yang
telah dipelajari dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang
telah diketahuinya, serta menyelesaikan ketidaksamaan antara yang telah
diketahui dengan apa yang diperlukan dalam pengalaman baru. Belajar merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda. Belajar
yang bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik, dialog, penelitian,
pengujian hipotesis, pengambilan keputusan dan dalam prosesnya tingkat
pemikiran selalu diperbaharui sehingga menjadi semakin lengkap. Setiap peserta
didik mempunyai caranya sendiri untuk mengkonstruksikan pengetahuannya, yang
terkadang sangat berbeda dengan temannya. Jadi sangat penting bagi pendidik
untuk menciptakan berbagai variasi situasi dan metode belajar, karena tidak
cukup dengan satu model saja.
Dinamika pembelajaran yang menggunakan pendekatan
konstruktivisme
Driver dan Oldham dalam suparno
(1997) menyatakan beberapa ciri mengajar kontruktivis, sebagai berikut :
- Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
- Elicitasi, murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan, dalam wujud tulisan, gambar, ataupun poster.
- Restrukrisasi ide. Dalam hal ini ada 3 hal yaitu; (1) klasifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain/ teman lewat diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide-ide lain, seseorang dapat terangsang untuk mengkonstruksi gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok ; (2) membangun ide baru, ini terjadi bila dlam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan teman.;(3) mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen, kalau dimungkinkan ada baiknya gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan percobaan atau persoalan yang baru.
- Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan dalam banyak situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap, bahkan lebih rinci dengan segala pengecualiannya.
- Review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasannya entah dengan menambah sesuatu, atau mengubahnya menjadi lebih lengkap.
Menurut Konstruktivisme,
belajar merupakan proses aktif peserta didik mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fsik,
dll. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman
atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki peserta
didik sehingga
pengetahuannya berkembang. Proses tersebut bercirikan :
- Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh peserta didik dari apa yang dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki.
- Konstruksi artinya merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, peserta didik akan selalu mengadakan rekonstruksi.
- Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru. Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
- Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
- Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan lingkungannya.
- Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui peserta didik, yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
c.
Analisa kelebihan dan kelemahan
pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran di Indonesia
Kelebihan
pengajaran konstruktivisme,
·
Guru
merupakan penolong dan
perancang.
Guru
hanya berperanan
menyampaikan
teori pengajaran dan menghubungkait dengan pengalaman murid untuk pemahaman.
Guru memilih idea yang terdekat dengan prinsip yang hendak diajar kepada murid.
Ini bermakna, pelajar memainkan peranan utama dalam aktiviti pembelajaran.
Mereka melibatkan diri secara langsung dengan penyelesaian masalah yang
dilaksanakan dalam kelas.
·
Dalam
teori ini nilai koperatif dan kolaboratif diterapkan di dalam diri peserta
didik.
Mereka
diminta bekerjasama dalam kelompok untuk memberikan hipotesis mereka sendiri
berkaitan dengan sesuatu topik pelajaran yang dipelajari (boleh menentukan
miskonsepsi). Konsep ini adalah sangat bagus kerana memotivasikan peserta didik,
dan membimbing peserta didik, melibatkan
secara aktif dalam aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Selain itu, teori
konstruktivisme ini juga tidak menggunakan kaedah atau teknik tradisional seperti,
syarahan, menghafal dan mengingat. Murid mendapat ilmu pengetahuan berdasarkan
pengalaman yang dibina di dalam pikiran mereka bukannya yang wujud luar dari
pikiran mereka. Aktivitas yang dilaksanakan dan alat bantu mengajar yang
menarik juga akan membuatkan murid mudah
faham dan berasa lebih tertarik ketika proses pengajaran dan pembelajaran.
·
Teori
ini peningkatan penguasaan teknik lisan
dan bukan lisan dalam diri murid-murid.
Dalam
teori ini, guru hanya menyampaikan teori dan peserta didik akan mengadaptasinya
sendiri berdasarkan pengalaman sendiri. Aktivitas dalam kelas memperkuat
pemahaman peserta didik. Hal ini bermakna, guru dan peserta didik menggunakan prinsip
timbal balik, di mana penggunaan serta penguasaan teknik lisan dan bukan lisan
diaplikasikan.
Selain
kelebihan, teori pengajaran
konstruktivisme mempunyai kelemahannya
atau Weakness yang tersendiri.
Kelemahannya
adalah;
·
Menjadi
penghambat pemahaman konsep dalam pembelajaran kerana tidak sesuai dengan
pengetahuan.
Oleh
yang demikian ia menimbulkan kesusahan kepada murid untuk mengasimilasikan dan
menyusun idea saintifik baru.
·
Ketidakmampuan
murid untuk merancang strategi, berfikir dan menilai sendiri teori pengajaran
berdasarkan pengalaman sendiri.
Tidak
semua murid mempunyai pengalaman yang sama atau menepati apa yang akan diajar
oleh guru. Masalah ini, kadang kala menyebabkan aktivitas pengajaran dan
pembelajaran menjadi tidak berkesan. Guru sadar bahawa ide-ide yang ada perlu
disesuaikan, dikembangkan atau diganti dengan idea yang lebih diterima oleh
murid. Masalah inilah yang kadang-kadang tidak difahami oleh murid.
Cara
mengatasi kekurangan dalam teori konsruktivis yaitu
melalui peranan murid dan guru. Murid perlu mengambil insiatif mengemukakan permasalahan-permasalahan
dan isu-isu kemudian secara individu murid akan menbuat analisis dan menjawab permasalahan-permasalahan
itu. Mereka perlu bertanggungjawab terhadap pembelajaran mereka sendiri dan
berusaha untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, murid harus selalu konsultasi
dengan guru dan antar teman. Diskusi akan membantu murid mengubah atau memantapkan
idea-idea mereka. Jika murid itu berpeluang mengemukakan pendapat mereka dan
mendengar idea orang lain,murid tersebut dapat membina proses pengetahuan yang
mereka ketahui. Di samping itu, murid perlu menjabarkan hipotesis yang telah
dibuat dan diadakan diskusi untuk membuat kesimpulan. Murid diberi banyak kesempatan
untuk menguji hipotesis mereka terutamanya melalui diskusi. Peranan guru
sebagai tempat menggalakkan murid menerangkan idea mereka serta menghargai
pandangan mereka. Guru perlu bertindak menstruktur pelajaran untuk mencabar
persepsi murid. Pendidik perlu membantu murid menyadari kerelevanan kurikulum
kepada kehidupan mereka melalui mentafsir pembelajaran melalui aktivitas harian
dikelas, bukan hanya dalam bentuk ujian bertulis. Guru perlu juga menggalakkan
murid membuat tugas dalam bentuk penyelesaian, menganalisis, memprediksi dan
membuat hipotesis serta menggalakkan murid menerangkan lebih lanjut jawaban
mereka disamping menggalakkan penemuan oleh murid melalui pertanyaan. Akhir
sekali, guru perlu memberi waktu yang secukupnya kepada murid untuk menghubungkan
antara idea-idea yang telah dikemukakan pembelajaran koperatif dalam mengerjakan
tugas tertentu. Teori ini menjadi guru
merasakan mereka tidak mengajar. Ini kerana pembelajaran konstruktivis
menekankan pembelajaran berpusatkan murid aktif dalam proses pengajaran dan
pembelajaran. Selain itu, pembelajaran secara konstruktivisme dianggap tidak
realistik. Ini kerana kurikulum yang dibina melibatkan peranan murid dan guru
saling memberikan argumentasi dalam sesi pengajaran dan pembelajaran. Guru juga
merasakan penjelasan mereka tidak penting lagi. Oleh itu, guru hanya bertindak
sebagai agen pemerhati yang hanya akan membantu apabila murid memerlukan dukungan
bantuan dalam membina konsep-konsep baru. Di samping itu, bimbingan kelas agak
merosot. Hal ini karena semua murid bergerak secara aktif dalam membina
pengetahuan mereka sendiri. Pergerakan murid menyebabkan suasana kelas dalam kondisi
tidak terkawal. Seterusnya, guru yang merubah cara pengajaran kepada pendekatan
konstruktivisme memerlukan dukungan profesionalisme dari pihak sekolah.
Daftar pustaka
Aunurrohman. 2009. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple di Indonesia.
Bandung: PT Mizan Pustaka.
Muijs, Daniel, dan Reynolds David.
(2008). Effective Teaching, Teori dan
Praktek (terjemahan).
Salim, (2007). Indonesia Belajarlah! Membangun Pendidikan Indonesia. Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Pendidikan Unnes Tiara Wacana.
Zainal, (2012). Makalah Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Unnes.
Pannen,
P. dkk. (2005) Konstruktivisme dalam Pembelajaran, PAU-PPAI-UT, DirJenDikti,
DepDikNas.
Shank, P. (Undated). Constructivist theory and internet based instruction.
[On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/shank.htmlSmorgansbord, A., (Undated). Constructivism and instructional design. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/smorgan/cons.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar