Minggu, 06 Januari 2013

konstruktivisme


Dewasa ini semakin berkembang pandangan bahwa konstruktivisme merupakan pendekatan yang cukup potensial untuk mengembangkan kreatifitas dan discovery melalui pembelajaran yang bermakna.
A.   Pengertian  
Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi/bentukan sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi atau tiruan dari kenyataan, pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang. Pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman sejauh yang dialami. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus setiap kali terjadi rekonstruksi karena adanya suatu pemahaman yang baru.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Dalam teori ini, penekanan diberikan kepada siswa lebih dari pada guru. Hal ini karena siswalah yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Mc Brien & Brandt (dalam Isjoni,2007) menyebutkan konstruktivisme adalah satu pendekatan pengajaran berdasarkan pada penyidikan tentang bagaimana manusia belajar.
Tobin dan Timmons dalam Sadia, (1996) menegaskan bahwa pembelajaran yang berlandaskan pandangan konstruktivisme harus memperhatikan empat hal yaitu;
 (1) berkaitan dengan awal pengetahuan awal siswa (prior knowledge),
 (2) belajar melalui pengalaman (experiences),
(3) melibatkan interaksi sosial (social interaction),
 (4) kepemahaman (sense making).
Kebanyakan akhli berpendapat setiap individu membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima pengetahuan dari orang lain. Pengetahuan ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui,pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain disini adalah siswa. Jadi siswa sendirilah yang harus mengerti apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka atau konstruksi yang telah mereka bangun atau miliki sebelumnya. Tanpa pengalaman seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengetahuan dibentuk oleh struktur  penerimaan konsep seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. Pengetahuan bukanlah hal yang statis dan deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu. Pengetahuan bukanlah barang yang dapat ditransfer dari orang yang mempunyai pengetahuan kepada orang yang belum mempunyai pengetahuan. Maka seorang guru yang hendak mentranfer konsep, ide dan pengertiannya kepada peserta didik, pemindahan itu harus diinterpretasikan, ditransformasikan dan dikonstruksikan oleh siswa melalui pengalamannya. Seringkali peserta didik salah menangkap apa yang diajarkan guru (miskonsepsi) menunjukan bahwa pengetahuan tidak dapat begitu saja dipindahkan melainkan harus diinterpretasikan, ditransformasikan dan dikonstruksikan oleh siswa sendiri.
Teori ini berkembang dari teori Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori kognitif yang lain seperti teori Bruner, Slavin dalam Trianto,(2007).
Dari urain di atas dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme adalah;
  • merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi (bentukan) kita sendiri, bukan imitasi dari kenyataan, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada.
  • pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang (mahasiswa). Mahasiswa membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan.
  • pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamat, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman atau dunia yang dialaminya
  • proses pembentukan ini berjalan terus menerus, dan setiap kali terjadi reorganisasi atau rekonstruksi karena adanya pengalaman baru.
Pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme adalah : “ Pembelajaran dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pembelajaran bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pembelajaran itu dan membentuk makna melalui pengalaman nyata.
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri serta lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
a.     Konsep-konsep pandangan konstruktivisme terhadap peserta didik
· Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya
· Pembelajaran membantu peserta didik berpikir secara benar dan tepat dengan membiarkannya berpikir terlebih dahulu
· Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan siswa ( Mind as inner individual representation)
· Siswa mengkonstruksi sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap individu akan memiliki, skema kognitif, kategori, kosep, dan struktur yang berbeda. Dalam hal ini proses abstraksi dan refleksi seseorang akan sangat berpengaruh dalam konstruksi pengetahuan (Reflection / Abstraction as primary)
· Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep masing-masing individu siswa. Struktur konsep dapat membentuk pengetahuan, apabila konsep yang baru diterima itu dapat dikaitkan atau dihubungkan (proposisi) dengan pengalaman yang telah dimiliki siswa. Dengan demikian maka pengetahuan adalah apa yang ada dalam pikiran setiap siswa (Knowledge as residing in the mind).
· Dalam proses pembentukan pengetahuan, kebermaknaannya itu merupakan interpretasi individual siswa terhadap pengalaman yang telah dialaminya (Meaning as internally constructed).
· Perampatan (penyamarataan) makna merupakan proses negosiasi di dalam individu siswa dengan pengalamannya melalui interaksi dalam proses belajar mengajar (menjadi tahu) (Learning and teaching as negotiated construction of meaning).
b.     Peran guru dalam pembelajaran berasarkan konstruktivisme;
a.       Menyiapkan pengalaman belajar yang tepat
b.      Memberikan kegiatan yang memotivasi keingin-tahuan peserta didik.
c.       Menyediakan sarana yang merangsang peserta didik untuk berpikir secara produktif
d.      Memonitor dan mengevaluasi proses dan melihat hasil belajar peserta didik
e.       Memberi umpan balik atas bukti kegiatan
f.       Tujuan dan apa yang akan dilakukan di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga peserta didik merasa terlibat
g.       Memahami pengalaman belajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan peserta didik
Tugas guru ialah membantu peserta didik agar mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret. Selain penguasaan yang luas dan mendalam, seorang guru dituntut untuk menguasai beragam strategi pembelajaran sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi peserta didik. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu strategi pembelajaran yang cocok untuk semua situasi, waktu, dan tempat. Strategi yang disusun guru hanyalah suatu alternatif, bukan menu yang sudah jadi. Pembelajaran adalah suatu seni yang menuntut bukan hanya penguasaan teknik, melainkan juga intuisi dari setiap guru.
 Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student center). Guru dituntut untuk menciptakan suasana belajar sedemikian rupa, sehingga peserta didik bekerja sama secara gotong royong (cooperative learning).
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan pengalaman. Dalam teori ini, penekanan diberikan kepada siswa lebih dari pada guru. Hal ini karena siswalah yang berinteraksi dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh kepahaman tentang bahan dan peristiwa tersebut. Mc Brien & Brandt (dalam Isjoni,2007) menyebutkan konstruktivisme adalah satu pendekatan pengajaran berdasarkan pada penyidikan tentang bagaimana manusia belajar.
Tobin dan Timmons dalam Remsey, (1996) menegaskan bahwa pembelajaran yang berlandaskan pandangan konstruktivisme harus memperhatikan empat hal yaitu (1) berkaitan dengan awal pengetahuan awal siswa (prior knowledge), (2) belajar melalui pengalaman (experiences), (3) melibatkan interaksi sosial (social interaction), (4) kepemahaman (sense making).
Peran peserta didik disini adalah sangat dominan, karena peserta didik yang aktif dalam merekonstruksi pengalaman-pengalaman yang dialaminya dengan bantuan guru dalam memberikan stimulus, motivasi, spirit, arahan dan usaha menstranfer pengetahuan yang dimiliki dengan berbagai metode yang tepat sesuai dengan perkembangan peserta didik yang dihadapi.
Kegiatan belajar adalah kegiatan aktif peserta didik untuk menemukan sesuatu dan membangun sendiri pengetahuannya, bukan proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Peserta didik bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Mereka membuat penalaran atas apa yang telah dipelajari dengan cara mencari makna, membandingkannya dengan apa yang telah diketahuinya, serta menyelesaikan ketidaksamaan antara yang telah diketahui dengan apa yang diperlukan dalam pengalaman baru. Belajar merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda. Belajar yang bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan dan dalam prosesnya tingkat pemikiran selalu diperbaharui sehingga menjadi semakin lengkap. Setiap peserta didik mempunyai caranya sendiri untuk mengkonstruksikan pengetahuannya, yang terkadang sangat berbeda dengan temannya. Jadi sangat penting bagi pendidik untuk menciptakan berbagai variasi situasi dan metode belajar, karena tidak cukup dengan satu model saja.
Dinamika pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivisme
Driver dan Oldham dalam suparno (1997) menyatakan beberapa ciri mengajar kontruktivis, sebagai berikut :
  1. Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
  2. Elicitasi, murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan, dalam wujud tulisan, gambar, ataupun poster.
  3. Restrukrisasi ide. Dalam hal ini ada 3 hal yaitu; (1) klasifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain/ teman lewat diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide-ide lain, seseorang dapat terangsang untuk mengkonstruksi gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok ; (2) membangun ide baru, ini terjadi bila dlam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan teman.;(3) mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen, kalau dimungkinkan ada baiknya gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan percobaan atau persoalan yang baru.
  4. Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan dalam banyak situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap, bahkan lebih rinci dengan segala pengecualiannya.
  5. Review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasannya entah dengan menambah sesuatu, atau mengubahnya menjadi lebih lengkap.
Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif peserta didik mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fsik, dll. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki peserta didik sehingga pengetahuannya berkembang. Proses tersebut bercirikan :
  1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh peserta didik dari apa yang dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki.
  2. Konstruksi artinya merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, peserta didik akan selalu mengadakan rekonstruksi.
  3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru. Belajar bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
  4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
  5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan lingkungannya.
  6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui peserta didik, yaitu konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

c.      Analisa kelebihan dan kelemahan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran di Indonesia
Kelebihan pengajaran konstruktivisme,
·         Guru merupakan penolong dan perancang.
Guru hanya berperanan
menyampaikan teori pengajaran dan menghubungkait dengan pengalaman murid untuk pemahaman. Guru memilih idea yang terdekat dengan prinsip yang hendak diajar kepada murid. Ini bermakna, pelajar memainkan peranan utama dalam aktiviti pembelajaran. Mereka melibatkan diri secara langsung dengan penyelesaian masalah yang dilaksanakan dalam kelas.
·         Dalam teori ini nilai koperatif dan kolaboratif diterapkan di dalam diri peserta didik.
Mereka diminta bekerjasama dalam kelompok untuk memberikan hipotesis mereka sendiri berkaitan dengan sesuatu topik pelajaran yang dipelajari (boleh menentukan miskonsepsi). Konsep ini adalah sangat bagus kerana memotivasikan peserta didik, dan membimbing peserta didik,  melibatkan secara aktif dalam aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Selain itu, teori konstruktivisme ini juga tidak menggunakan kaedah atau teknik tradisional seperti, syarahan, menghafal dan mengingat. Murid mendapat ilmu pengetahuan berdasarkan pengalaman yang dibina di dalam pikiran mereka bukannya yang wujud luar dari pikiran mereka. Aktivitas yang dilaksanakan dan alat bantu mengajar yang menarik  juga akan membuatkan murid mudah faham dan berasa lebih tertarik ketika proses pengajaran dan pembelajaran.
·         Teori ini peningkatan penguasaan teknik lisan dan bukan lisan dalam diri murid-murid.
Dalam teori ini, guru hanya menyampaikan teori dan peserta didik akan mengadaptasinya sendiri berdasarkan pengalaman sendiri. Aktivitas dalam kelas memperkuat pemahaman peserta didik. Hal ini bermakna, guru dan peserta didik menggunakan prinsip timbal balik, di mana penggunaan serta penguasaan teknik lisan dan bukan lisan diaplikasikan.
Selain  kelebihan,  teori pengajaran konstruktivisme  mempunyai kelemahannya atau Weakness yang tersendiri.
Kelemahannya adalah;
·           Menjadi penghambat pemahaman konsep dalam pembelajaran kerana tidak sesuai dengan pengetahuan.
Oleh yang demikian ia menimbulkan kesusahan kepada murid untuk mengasimilasikan dan menyusun idea saintifik baru.
·           Ketidakmampuan murid untuk merancang strategi, berfikir dan menilai sendiri teori pengajaran berdasarkan pengalaman sendiri.
Tidak semua murid mempunyai pengalaman yang sama atau menepati apa yang akan diajar oleh guru. Masalah ini, kadang kala menyebabkan aktivitas pengajaran dan pembelajaran menjadi tidak berkesan. Guru sadar bahawa ide-ide yang ada perlu disesuaikan, dikembangkan atau diganti dengan idea yang lebih diterima oleh murid. Masalah inilah yang kadang-kadang tidak difahami oleh murid.

Cara mengatasi kekurangan dalam teori konsruktivis yaitu melalui peranan murid dan guru. Murid perlu mengambil insiatif mengemukakan permasalahan-permasalahan dan isu-isu kemudian secara individu murid akan menbuat analisis dan menjawab permasalahan-permasalahan itu. Mereka perlu bertanggungjawab terhadap pembelajaran mereka sendiri dan berusaha untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, murid harus selalu konsultasi dengan guru dan antar teman. Diskusi akan membantu murid mengubah atau memantapkan idea-idea mereka. Jika murid itu berpeluang mengemukakan pendapat mereka dan mendengar idea orang lain,murid tersebut dapat membina proses pengetahuan yang mereka ketahui. Di samping itu, murid perlu menjabarkan hipotesis yang telah dibuat dan diadakan diskusi untuk membuat kesimpulan. Murid diberi banyak kesempatan untuk menguji hipotesis mereka terutamanya melalui diskusi. Peranan guru sebagai tempat menggalakkan murid menerangkan idea mereka serta menghargai pandangan mereka. Guru perlu bertindak menstruktur pelajaran untuk mencabar persepsi murid. Pendidik perlu membantu murid menyadari kerelevanan kurikulum kepada kehidupan mereka melalui mentafsir pembelajaran melalui aktivitas harian dikelas, bukan hanya dalam bentuk ujian bertulis. Guru perlu juga menggalakkan murid membuat tugas dalam bentuk penyelesaian, menganalisis, memprediksi dan membuat hipotesis serta menggalakkan murid menerangkan lebih lanjut jawaban mereka disamping menggalakkan penemuan oleh murid melalui pertanyaan. Akhir sekali, guru perlu memberi waktu yang secukupnya kepada murid untuk menghubungkan antara idea-idea yang telah dikemukakan pembelajaran koperatif dalam mengerjakan tugas tertentu. Teori ini menjadi  guru merasakan mereka tidak mengajar. Ini kerana pembelajaran konstruktivis menekankan pembelajaran berpusatkan  murid aktif dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Selain itu, pembelajaran secara konstruktivisme dianggap tidak realistik. Ini kerana kurikulum yang dibina melibatkan peranan murid dan guru saling memberikan argumentasi dalam sesi pengajaran dan pembelajaran. Guru juga merasakan penjelasan mereka tidak penting lagi. Oleh itu, guru hanya bertindak sebagai agen pemerhati yang hanya akan membantu apabila murid memerlukan dukungan bantuan dalam membina konsep-konsep baru. Di samping itu, bimbingan kelas agak merosot. Hal ini karena semua murid bergerak secara aktif dalam membina pengetahuan mereka sendiri. Pergerakan murid menyebabkan suasana kelas dalam kondisi tidak terkawal. Seterusnya, guru yang merubah cara pengajaran kepada pendekatan konstruktivisme memerlukan dukungan profesionalisme dari pihak sekolah.





Daftar pustaka
Aunurrohman. 2009. Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple di Indonesia. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Muijs, Daniel, dan Reynolds David. (2008). Effective Teaching, Teori dan Praktek (terjemahan).
Salim, (2007). Indonesia Belajarlah! Membangun Pendidikan Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Unnes Tiara Wacana.
Zainal, (2012). Makalah Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Unnes.
Pannen, P. dkk. (2005) Konstruktivisme dalam Pembelajaran, PAU-PPAI-UT, DirJenDikti, DepDikNas.
Shank, P. (Undated). Constructivist theory and internet based instruction. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/shank.html
Smorgansbord, A., (Undated). Constructivism and instructional design. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/smorgan/cons.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar