Generasi Milenial Menjadi Ibu
Bangsa
Oleh
: Indria Mustika
Salah satu keputusan penting yang dikeluarkan Konggres Perempuan Indonesia II di
Jakarta tahun 1935 adalah menegaskan
kewajiban perempuan Indonesia untuk
menjadi Ibu Bangsa. Tujuannya agar
dapat mendidik generasi baru yang sadar
akan kewajiban kebangsaannya. Sementara dalam konggres ke -3 yang berlangsung
di Bandung 1938 ditetapkan tanggal 22
Desember sebagai tonggak peringatan hari
ibu dalam tugas besarnya sebagai Ibu Bangsa. Tanggal tersebut adalah saat
diseleggarakan Konggres Perempuan
Indonesia I tanggal 22 Desember 1928 di
Yogyakarta. Keputusan konggres ini
kemudian dikukuhkan dengan Keputusan Presiden
No. 316 tanggal 16 Desember 1959,
sebagai hari ibu nasional.
Tugas sejarah kebangsaan sebagai Ibu Bangsa
itu tidak berubah. Namun ada perbedaan
tantangan fundamental antar generasi
yang sangat mendasar. Jika isu yang menjadi persoalan strategis dalam Konggres Perempuan I.II, III dan IV adalah seputar
pendidikan perempuan dan perkawinan,
maka kini persoalan kebangsaan yang dihadapi perempuan semakin rumit. Pasalnya
ada kelalaian bangsa kita dimasa lalu
hingga munculnya krisis multidimensional. Krisis itu diakibatkan oleh redahnya pemahaman dan pengamalan nilai Pancasila, lunturnya
penghargaan terhadap kebinekaan, intoleransi diruang agama, ketidakadilan, demokrasi yang sedang mencari bentuk, fanatisme
kedaerahan hingga keteladanan pemimpin.
Belum
lagi persoalan yang muncul akibat kemajuan teknologi
yang telah mengubah budaya, nilai dan perilaku manusia. Termasuk ibu melenial
yang lahir antara tahun 1980 –
2000 an dalam mengasuh dan mendidik
anak-anaknya. Ibu milenial
ini sangat penting sebab kelompok ini
menjadi generasi pertama yang sejak kecil terpapar teknologi, jumlahnya sangat banyak serta memiliki
karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya.
Mereka seperti tidak ingin mengasuh anaknya
dengan pola yang pernah dilakukan oleh
orang tuanya. Secara umum gaya pengasuhan orang tua milenial lebih rileks dan terbuka. Mereka senang jika anaknya mengikuti kegiatan edukatif –
kreatif, bukan saja dilingkungan sekolah tetapi juga kegiatan diluar sekolah.
Namun
ibu milenial tak ingin seluruh waktunya
menjadi ibu. Mereka ingin memiliki waktu khusus untuk dirinya sendiri guna
melakukan aktivitas tanpa diganggu urusan rumah tangga. Karena itu pergi
bersama ibu-ibu sebaya menjadi salah satu ciri ibu-ibu milenial. Termasuk dalam
menggunakan
teknologi komunikasi. Media
sosial tak bisa dilepaskan dari
aktivitas sehari-hari. Mereka pada umumnya memiliki lebih 2 akun
media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram dan Youtube. Walaupun telah
mulai berubah, televisi masih menjadi media favorit ibu milenial untuk
mendapatkan hiburan terutama yang tidak bekerja atau tinggal di pedesaan.
Penetrasi
teknologi informasi ini telah membentuk konstruksi
berfikir anak-anak dari ibu milenial yang saat ini berusia hingga 17-an tahun. Konstruksi ini kemudian membentuk pandangan, perilaku dan
pola tindak anak-anak bukan hanya pada persoalan sosial budaya, tetapi mencakup
pandanganya tentang nilai-nilai
kebangsaan.
Karena
itu Ibu mileial harus bersedia belajar agar cerdas menerima panggilan sejarah,
menanamkan kesadaran berbangsa kepada anak-anaknya. Tujuannya agar anak-anak memahami bahwa Indonesia lahir dari
keberagam suku bangsa, agama, ras, dan kebudayaan yang diikat oleh ideologi
Pancasila. Penulis yakin, kesadaran berbangsa
telah diajarkan di sekolah. Namun keluarga, utamanya ibu memiliki waktu yang lebih banyak dan peran
besar dalam membagun kesadaran berbangsa
dan bernegara yang konteks dan persoalanya berkembang dinamis. Jika keluarga memiliki pondasi kebangsaaan yang
kuat dan bersedia mengajarkan nilai itu
kepada putra-putrinya sesuai dengan perkembangan anak, akan muncul kesadaran
untuk menjaga dan merawat Negara Kesatuan Republik Idonesia, termasuk
melindungi bangsa ini dari segala ancaman.
Melihat
semakin tergerusnya nilai-nilai kebangsaan yang nampak pada semakin maraknya
paham intoleransi, radikalisme dan
bahkan gerakan sparatisme, terasa relevansinya kita menghadirkan kembali
panggilan sejarah kaum perempuan untuk menjadi Ibu Bangsa. Oleh sebab itu agar
peringatan Hari Ibu yang secara rutine kita peringati setiap tanggal 22
Desember tidak berhenti pada kegiatan serimonial, maka perlu revitalisasi peran
strategis Ibu Bangsa dalam menamkan, merawat dan memperkokoh semangat
kebangsaan putra-putrinya. Juga revitalisasi peringatan hari ibu secara
terstruktur dan berkelajutan. Tujuannya
agar hari Ibu dapat senantiasa menjadi
momentum yang senantiasa diperbaharui untuk
menumbuhkan kesadaran kaum perempuan menerima panggilan sejarah sebagai Ibu Bangsa.
Gerakan menjadi Ibu Bangsa
ini harus digelorakan dan di viralkan
menjadi gerakan kolektif
perempuan Indonesia, termasuk ibu
milenial. Bukan hanya aktivis perempuan yang berada diperkotaan, wanita karier,
tetapi juga mereka yang berada dipedesaan yang justru jumlahnya lebih banyak.
Menurut penulis ada beberapa metode untuk menyebarkan virus kebangsaan ini
kepada anak-anak kelompok ibu milenial sesuai dengan karakteristik kelompok
ini. Keteladanan dalam keluarga, edukasi
kreatif tentang nilai-nilai kebangsaan serta
pendampingan dan pemilihan media,
mungkin bisa menjadi cara yang efektif.
Inilah
saatnya membangkitkan kembali kesadaran bersama perempuan Indonesia akan tugas besarnya yang sangat menentukan masa depan bangsa
ini. Tugas mulia itu adalah mendidik dan
membimbing anak bangsa agar menyadari pentingnya menjaga dan merawat NKRI
dengan meneguhkan semangat persatuan,
kesatuan, keberagaman dan toleransi. Inilah bagian esensi nilai kebangsaan kita yang selalu diabaikan ketika kita masuk dalam tahun-tahun
politik. (*)
Indria
Mustika, M.Pd, adalah guru dan juga Sekretaris Yayasan Kartini Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar