Sapta
Utama Keteladanan R.A. Kartini
Oleh : Indria Mustika
Dalam
setiap kali kita memperingati
hari besar nasional yang
dikaitkan dengan ketokohan
seseorang, sering kali kita terjebak
pada acara serimonial. Jauh dari ikhtiar
belajar dari nilai-nilai
perjuangannya. Demikian juga ketika
memperingati Hari Kartini. Kita sering hanya menukar dan memaknai nilai perjuangannya dengan pakaian adat, resepsi, upacara, dan bahkan lomba memasak. Akhirnya R.A. Kartini hanya dikenal sebatas predikatnya sebagai
pahlawan emansipasi, pernah dipingit, lahir
di Mayong 21 April 1879 serta menikah dengan Bupati Rembang dan
meninggal setelah melahirkan.
Setelah itu kita gagap menangkap
nilai-nilai R.A. Kartini yang
harus diteladani. Padahal nilai-nilai ini
adalah hal-hal penting, ideal dan
berharga, baik berisi gagasan,
sikap, maupun perbuatan yang telah dilakukan oleh R.A. Kartini di
sepanjang hidupnya. Nilai ini kemudian menjadi lebih berarti dan berharga
jika dapat di integrasikan dalam pendidikan karakter bangsa ini, utamanya
anak-anak dan generasi muda.
Hal ini menjadi penting sebab dewasa ini pembangunan karakter bangsa menghadapi
persoalan serius mulai arah pendidikan yang menempatkan kemampuan akademik
sebagai fokus utama, penetrasi budaya asing yang sangat masif, hingga berkurangnya
keteladanan para pemimpin dan bahkan orang
tua.
Karena itu belajar dari perjalanan hidup R.A. Kartini
dalam dimensi historis-sosiologis, surat-surat
panjang kepada 11 sahabatnya dan
dua nota kepada pemerintah Belanda, Yayasan Kartini Indonesia yang selama ini fokus pada upaya
pewarisan nilai-nilai R.A. Kartini, mencoba merumuskan nilai-nilai R.A. Kartini yang masih relevan sampai saat
ini.
Sapta Utama
Banyak
nilai-nilai luhur yang dapat kita ambil
dari gagasan, sikap dan pernbuatan yang
telah dilakukan oleh R.A. Kartini untuk
bangsanya. Nilai-nilai itu saripatinya
kami sebut sebagai Sapta Utama Keteladanan R.A. Kartini yang meliputi:
Pertama, emansipatif. Nilai ini meliputi kesetaraan dan persamaan derajat bukan hanya antara laki-laki dan perempuan, tetapi mencakup
kepekaan dan kepedulian sosial, semangat
pembebasan melawan ketidak adilan, kezaliman, kebodohaan, kemiskinan dan
berani menghadapi penindasan walaupun atas nama adat yang dijunjung tinggi kaum bangsawan.
Kedua; nasionalis. Apa yang dilakukan oleh R.A. Kartini adalah wujud cintanya pada
bangsa dan tanah air. Ini ditunjukan
dengan sikapnya yang sangat menghargai keberagaman dan pluralitas, mengembangan budaya dan tradisi serta menerima kemajuan dari manapun selama mendukung penguatan jati diri
bangsanya.
Ketiga; kritis. Walaupun harus
berada dibalik dinding pingitan, semangat
untuk terus belajar, telah menjadikan R.A. Kartini sebagai pribadi yang cerdas
dan argumentatif, rasional dan analitis dalam melihat persoalan hingga
memiiliki pemikiran yang lengkap tentang
persoalan yang dihadapi oleh bangsanya dan sekaligus merumuskan jalan keluarnya..
Keempat, kreatif. R.A. Kartini sangat terbuka dengan gagasan dan
ide baru, terbuka terhadap perubahan, menciptakan peluang berkarya,
inovatiif dan senantiasa berorientasi
kemasa depan. Seperti yang telah dilakukan dengan merubah orientasi seni
ukir Jepara dari seni menjadi kerajinan.
Termasuk memasukkan motif-motif baru pada ukir dan
batik Jepara.
Kelima; optimis. Pingitan tidak membuat R.A.
Kartini menyerah. Juga saat permohonan bea siswa ke Batavia tidak juga turun hingga datangnya
lamaran Bupati Rembang yang telah memiliki istri. Selalu
saja ada optimisme R.A. Kartini dari setiap persoalan berat yang dihadapi. Ia gigih memperjuangkan keyakinan, berprasangka
dan berkehendak baik, berfikir positif dan
selalu berorientasi pada masa depan.
Keenam; Bersahaja. Kesederhanaan
adalah salah satu ciri R.A. Kartini.
Menghormati sesama, tepa slira dan tidak
menyombongkan diri walaupun ia anak
seorang Bupati. R.A. Kartini bahkan tidak mau mengambil haknya sebagai putri bangsawan untuk mendapatkan penghormatan
dari orang-orang yang oleh adat harus menghormatinya.
Ketujuh; jujur. R.A. Kartini
senantiasa terbuka menyampaikan kebenaran dan keyakinannya
dan bersedia belajar kepada orang lain serta menghormati
pendapat orang lain walaupun
berbeda dengan pandangannya. R.A.
Kartini obyektif dan
berani mengoreksi diri sendiri.
Sapta
Utama Keteladanan RA Kartini ini bukanlah sebuah teks mati. Kami sangat
terbuka untuk menerima pemikiran baru. Harapan kami pemikiran ini justru bisa memantik diskusi
bersama untuk merumuskan nilai-nilai R.A. Kartini yang masih relevan untuk kita teladani dan wariskan. Referensi
utamanya tentu belajar dari surat-surat panjang RA Kartini dan sejarah
kehidupannya. Ironisnya mungkin tidak
pernah kita baca. (*)
Indria Mustika, M.Pd, adalah Sekretaris Yayasan Kartini
Indonesia dan Guru SMKN 2 Jepara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar