Pembelajaran
Berbasis Produktif Sebuah Solusi
Oleh
: Indria Mustika
Instruksi
Presiden No 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Kejuruan Menengah yang ditujukan kepada 12 Menteri Kabinet
Kerja, 34 Gubernur dan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi ( BNSP ),
adalah bentuk keprihatinan Presiden melihat produktivitas dan daya saing sumber
daya manusia yang rendah, khususnya lulusan SMK. Bukan saja dari aspek
ketrampilan, tetapi juga mencakup etos kerja dan karakter.
Ada 6
instruksi Presiden yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, mulai peta jalan
pengembangan SMK, penyempurnaan dan penyelarasan kurikulum
SMK dengan kompetensi sesuai kebutuhan
pengguna lulusan, meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga
kependidikan,meningkatkan kerjasama dengan kementerian, lembaga, pemerintah
daerah, dunia usaha/industri, sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi sekolah
hingga membentuk kelompok kerja
pengembangan SMK.
Walaupun
Inpres 16 tahun 2016 itu harus dipahami secara utuh, termasuk pengintegrasian
upaya revitalisasi SMK dengan lembaga
pemerintah lain dan dunia usaha, penulis
melihat penyempurnaan dan penyelarasan
kurikulum SMK dengan kebutuhan dunia kerja dan dunia usaha, harus dibaca pula
sebagai upaya dan jalan untuk menumbuhkan
budaya vokasi siswa SMK. Tujuannya agar
siswa memiliki minat terhadap program
keahlian yang diplih, sehingga kelak
mereka benar-benar siap terjun ke dunia kerja dan dunia industri sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Sehingga tidak terjadi lagi insiden skill mismatch, bekerja tidak sesuai dengan
latar belakang pendidikan dan ketrampilan seperti yang saat ini.
Sebab berdasarkan pengamatan penulis,
ada banyak siswa SMK yang masuk ke
sekolah SMK dengan latar belakang pemikiran asal sekolah dan juga asal memilih
jurusan. Mereka kurang menyadari bahwa ia sedang dipersiapkan menjadi tenaga
kerja terampil. Akibatnya mereka lebih menyukai pelajaran produktif yang
dianggap lebih
santai karena praktik di bengkel, ketimbang pelajaran normanda adaftif yang monoton
di ruang teori. Belum lagi metode mengajar guru yang kurang kreatif.
Pelajaran normada yang menjadi kompetensi pendukung dalam penguatan materi produktif,
kurang dipahami siswa hubungannya dengan jurusan yang dipilih. Bahkan seolah dianggap tidak ada kaitannya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap minat siswa dalam mengikuti pelajaran normada. Bahkan siswa seakan mengabaikan pelajaran normada. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar dan lemahnya karakter vokasi siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut, upaya
untuk menumbuhkan minat siswa pada budaya vokasi sangat penting
dilakukan. Sebab minat dapat dikatakan kunci untuk menumbuhkan perhatian siswa
pada proses belaja. Karena itu proses
belajar mengajar selalu harus dimulai dengan membangkitkan minat siswa.
Tujuannya agar siswa terlibat sepenuhnya sehingga memiliki perhatian,
konsentrasi, melekatkan bahan ajar serta mengurangi kebosanan.
Terkait dengan upaya untuk
menumbuhkan minat siswa pada budaya vokasi kurikulum 2013 telah memberikan ruang bagi
sekolah mengembangkan struktur dan
silabus sesuai kebutuhan sekolah. Juga menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP)
hingga teknis pelaksanaan pembelajaran.
Peran
sekolah
Menurut
penulis untuk menjawab percepatan
implementasi revitalisasi SMK terkait dengan instruksi presiden untuk melakukan
penyempurnaan dan penyelarasan kurikulum,
utamanya untuk menumbuhkan minat siswa
terhadap budaya vokasi kuncinya ada pada
kesungguhan dan kreatifitas sekolah. Terkait dengan hal ini menurut penulis ada
beberapa hal penting yang perlu di perhatikan :
Pertama,pengembangan silabus dan RPP guna penyelarasan
kurikulum sesuai dengan diklat produktif yang dipilih sekolah. Struktur
kurikulum dapat dikembangkan berdasarkan kompetensi inti dan kompetensi dasar sesuai kebutuhan sekolah. Sedangkan silabus disusun bersama oleh musyawaran guru
mata pelajaran (MGMP) yang disesuaikan dengan muatan lokal atau kearifan local. Dengan demikian siswa dapat tetap mempertahankan kearifan lokal daerah masing-masing.
Kedua; perlu dilakukan
pengintegrasian mata pelajaran produktif dalam mata pelajaran normatif adaptif.
Tujuannya agar minat siswa pada pelajaran normada meningkat untuk mendukung
ketrampilan praktikal sesuai dengan program keahlian yang dipilih.
Harapannya terbangun cara pandang sebagai insan vokasi untuk menguasi ketrampilan terapan tertentu. Pelajaran normada sebaiknya dibuat berbasis produktif. Implementasinya semua pelajaran normative adaptif terintegrasikan pada materi produktif. Dengan demikian semua atmosfer
pembelajaran di sekolah adalah untuk mengembangkan budaya vokasi.
Ketiga; pengintegrasian mata
pelajaran produktif ini perlu dilakukan
secara berencana dalam bentuk dokumen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penyusunan RPP
yang integratif dengan memasukkan unsur produktif didalam
proses pembelajarannya normanda ini memerlukan kerja keras guru normada. Sebab para guru normanda harus menyesuaikan RPP dengan semua program studi siswa yang diajar.
Keempat ; pelibatan orang tua agar
secara sinergis bersama-sama sekolah menanamkan cara pandang siswa sebagai insan vokasi juga perlu dilakukan. Tujuannya
agar orang tua memiliki pengetahuan tentang program
keahlian serta ruang lingkup jurusan yang dipilih anaknya. Dengan demikian tindakan orang tua di rumah
diharapkan sinergi dengan upaya sekolah dalam menguatkan budaya vokasi. Caranya bisa dilakukan secara
bertahap, pada awal pembelajaran dan pertemuan secara berkala dengan orang tua untuk mendiskusikan perkembangan siswa. Hal ini tidak sulit dilakukan jika dilaksanakan per kelas dengan melibatkan wali kelas.
Kelima; memanfaatkan IT dan mengembangkan
imajinasi siswa. Sudah waktunya guru
membiasakan memanfaatkan
IT di dalam kelas untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan serta untuk mengembangkan imajinasi
siswa. Dengan pembelajaran
yang menyenangkan maka siswa akan lebih mudah
termotivasi untuk membangun berimajinasi dan kreatifitasnya.
Keenam ; untuk menumbuhkan budaya
vokasi seharusnya dilakukan sejak dini,
yaitu pada awal pembelajaran. Ini bisa
dilakukan pada masa orientasi yang dikelola dengan lebih produktif. Budaya vokasi harus sudah ditanamkan pada siswa dari awal sehingga siswa
memahami apa yang
harus dilakukan sebagai siswa vokasi.
Menumbuhkan
dan membangun minat dan perhatian siswa terhadap budaya vokasi adalah bagian
penting dalam revitalisasi SMK. Sebab kualitas lulusan SMK menjadi alat ukur
berhasil tidaknya program revitalisi SMK. Harapannya memang SMK dapat menjadi “ kawah condrodimuko “ yang melahirkan generasi muda yang terampil,
kreatif, memiliki etos kerja dan semangat kewirausahaan serta siap masuk dunia kerja, baik dengan menjadi
wirausaha maupun bekerja di dunia industri. Namun terbuka juga peluang untuk
melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, tentu sesuai dengan program keahlian dan kompetensi yang dimiliki. (*)
Indria Mustika, SP.d, M.Pd,
adalah Ketua Jurusan Tata Busana, SMKN 2
Jepara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar